"Kemarin sore, dilakukan eksekusi terhadap WSL ke lapas Sukamiskin," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha, Kamis (6/8/2015).
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap Willy pada Rabu (29/5/2015). Baik KPK mau pun Willy tidak mengajukan banding sehingga kasusnya langsung berkekuatan hukum tetap.
"KPK tidak banding," kata Priharsa.
Willy dianggap terbukti bersama-sama dengan sejumlah petinggi The Associated Octel Company Limited (sekarang Innospec Limited) menyuap mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo sebesar 190.000 dollar AS.
Selain hukuman tiga tahun penjara, Willy juga diwajibkan membayar denda Rp 5 juta subsider tiga bulan kurungan. Willy dijerat dakwaan kedua, yaitu pasal 5 ayat (1) huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Suap kepada Pertamina tersebut ditujukan agar Suroso menyetujui Octel menjadi pemasok tetraethyllead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina periode bulan Desember 2004 dan sepanjang 2005, melalui PT Soegih Interjaya (PT SI). Pada tahun 1982, PT SI ditunjuk oleh Octel atau Innospec menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia.
TEL merupakan bahan aditif agar mesin tidak berbunyi dan meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar. Namun, penggunaannya memiliki tingkat racun yang tinggi sehingga menimbulkan gas berbahaya bagi kesehatan. Kemudian, pada tahun 2003, Octel dan PT Pertamina meneken nota kesepahaman yang menyepakati bahwa pembelian TEL akan dilakukan dalam pada 2003 hingga September 2004. Dalam waktu yang bersamaan, Pemerintah Indonesia mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal (TEL) dalam bensin dan solar di dalam negeri.
Program tersebut dianggap menghambat kelancaran kerja sama Innospec dan Pertamina untuk terus menyalurkan TEL ke Indonesia. Oleh karena itu, Willy mencari strategi untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia. Strategi tersebut berupa mengusahakan penggunaan Plutocen sebagai oktan alternatif. Setelah diangkat menjadi Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso berwenang menandatangani dan menyetujui pembelian TEL. Agar Pertamina tetap menerima pasokan TEL dari Octel melalui PT SI, Willy meminta sejumlah dana kepada Direktur Sales and Marketing Octel David Turner dan CEO Octel Paul Jennings untuk diberikan kepada Suroso.
Akhir Desember 2004, PT SI dan Pertamina melakukan negosiasi harga TEL untuk kebutuhan Pertamina pada bulan Desember 2004 dengan harga 10.750 dollar AS per metrik ton. Padahal, harga sebelumnya 9.975 dollar AS per metrik ton. Dari pemesanan Pertamina kepada Octel, Willy menerima komisi dari Octel sebesar enam persen dari total penjualan sebesar 276.544 dollar AS.
Selain itu, ada tambahan komisi sebesar 300.000 dollar AS dan selisihnya sebesar 115.636,81 dollar AS dibuatkan tagihan servis dan dukungan. Kemudian, Willy membuka rekening atas nama Suroso Atmomartoyo di United Overseas Bank (UOB) Singapura untuk mengirimkan uang fee hasil penjualan TEL oleh PT SI ke rekening tersebut sebesar 190.000 dollar AS.Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Liem ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Rabu (5/8/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.