"Harusnya kita pikirkan supaya ada kode etik juga bagi parpol dan paslon," kata Jimly, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Pernyataan ini disampaikan Jimly menanggapi adanya calon tunggal dan partai politik yang menarik diri tidak jadi mendaftar. Terkait ini, ia mengusulkan agar nama DKPP diubah dari "Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum" menjadi "Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum". Menurut dia, dengan perubahan nama ini, maka DKPP berwenang menangani peserta pemilu dalam lingkup kode etik tersebut.
"Sehingga bisa kami beri sanksi juga kalau melanggar etika," kata Jimly.
Ia mengatakan, sanksi dapat diterapkan bagi pelanggar etika, seperti tidak diperbolehkan mengikuti pilkada hingga pembatalan pasangan calon.
"Kami sudah ada mekanismenya, dan salah satu keluhan Bawaslu adalah sanksinya tidak cukup kuat efek jeranya," ujar dia.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil pendaftaran pasangan calon pilkada dan menyatakan ada tujuh daerah dengan pasangan calon kurang dari dua atau calon tunggal. Tujuh daerah itu adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Surabaya, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Pacitan di Jawa Timur, Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB), Kota Samarinda di Kalimantan Timur, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, pemberian sanksi bagi partai yang tidak mengajukan calon harus diatur dalam Undang-Undang (UU).
"Itu harus diatur dalam UU pemberian sanksi," kata Ida.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.