Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Pemberian Soekarno Award kepada Pemimpin Korut

Kompas.com - 01/08/2015, 03:25 WIB

KOMPAS.com - Rencana pemberian penghargaan Soekarno Award kepada pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, seharusnya dilatari kepentingan agar Korea Utara dapat lebih membuka diri kepada dunia.

Hal itu diutarakan peneliti LIPI, Adriana Elisabeth menanggapi pernyataan Ketua Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri yang akan memberikan penghargaan tersebut.

"Yang perlu ditanyakan adalah niatnya, apakah penghargaan itu akan membuat Korea Utara akan menjadi lebih terbuka," kata peneliti LIPI Adriana Elisabeth kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Jumat (31/07) malam.

Menurut Adriana, masalah utama Korut sekarang adalah sikap tertutup para pemimpinnya, sehingga dunia tidak mengetahui secara persis tuduhan PBB adanya pelanggaran HAM berat di negara tersebut.

"Korea Utara harus diberi hak jawab atas tuduhan itu, tetapi masalahnya Korut tertutup, sehingga kita tidak mengetahui apa yang terjadi di sana," kata Adriana.

Sementara, pengamat politik FISIP UGM Arie Sujito mengatakan, rencana pemberian penghargaan kepada pemimpin Korut itu lebih sebagai "simbol" terhadap keberanian pemimpin Korut melawan negara-negara maju.

"Tetapi itu bukan berarti bahwa pada sisi-sisi yang lain itu semua terpenuhi, misalnya prinsip-prinsip penghormatan HAM," kata Arie.

Soal pelanggaran HAM di Korut

Secara terpisah, Rachmawati Soekarnoputri mengatakan pihaknya akan memberikan penghargaan Soekarno Award kepada Kim Jong-un karena dia dianggap "konsisten melawan dominasi nekolim (neo-kolonialisme imperialisme) atau penjajahan dalam bentuk baru".

Anak ketiga Presiden Sukarno ini menambahkan, penghargaan itu diberikan juga karena "komitmennya dalam menjaga perdamaian dunia, kemanusiaan dan keadilan," kata Rachmawati kepada BBC Indonesia, Jumat (31/07) malam.

Ditanya apakah pihaknya tidak memasukkan laporan PBB tentang adanya dugaan pelanggaran HAM berat di Korut dalam kriteria penilaian calon penerima penghargaan, Rachmawati mengatakan tuduhan itu lebih merupakan "propaganda politik" pihak-pihak tertentu.

"Kami sudah berbicara dengan Duta besar Korut, bahwa sebetulnya tidak begitu. Itu propaganda pihak tertentu," katanya.

Menjawab pertanyaan tentang situasi dunia yang sudah berubah jika dibandingkan ketika Presiden Sukarno masih berkuasa, Rachmawati mengatakan "substansinya belum berubah".

"Masih saja ada (negara) satu-sama lain masih ingin mendominasi, ingin memaksakan kehendaknya," katanya.

Rencananya, penghargaan itu akan diberikan melalui perwakilan pemerintah Korea Utara di Indonesia dalam waktu dekat.

Pada tahun 2001 lalu, Yayasan Pendidikan Soekarno juga memberikan penghargaan yang sama kepada Kim Il-sung, bertepatan dengan peristiwa 100 tahun kelahiran Bung Karno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com