JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Dirut PT PLN Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, keberatan dengan kesaksian Sarif Nahdi dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan yang digelar, Jumat (31/7/2015). Sarif merupakan salah satu penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang menangani kasus Dahlan.
"Kami menganggap tidak sepatutnya penyidik perkara dijadikan saksi fakta," kata Yusril di PN Jakarta Selatan.
Ia beranggapan, objektivitas keterangan Sarif akan dipertanyakan. Pasalnya, sebagai penyidik Sarif tentu tidak akan terima jika proses penyidikan yang dilakukannya dianggap menyalahi prosedur yang berlaku.
Selain itu, ia menambahkan, keterangan yang disampaikan Sarif tak dapat dijadikan sebagai alat bukti baru. Hal itu disebabkan seluruh pernyataan Sarif telah tertulis di dalam laporan penyidikan.
"Kalau dia menerangkan, maka alat buktinya tetap satu. Tidak bisa menjadi alat bukti lagi, tidak menjadi dua," tegasnya.
Dalam keterangannya saat persidangan, Sarif menjelaskan prosedur penetapan Dahlan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan 21 Gardu Induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara senilai Rp 1,06 triliun.
Menurut Sarif, penyidik telah menemukan adanya peranan Dahlan dalam kasus itu sejak dalam tahap penyelidikan.
"Dari saat penyelidikan, fakta sudah utuh, dokumen sudah ada di situ dan siapa yang bertanggung jawab di situ, jadi saat penyidikan sudah ada nama tersangkanya," kata Sarif saat memberikan keterangan dalam lanjutan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (31/7/15).
Ketika penyelidik meningkatkan status pemeriksaan kasus ke tahap penyidikan, saat itu baru dua tersangka yang ditetapkan yakni pejabat pembuat komitmen dan rekanan penyedia barang dan jasa. Peran Dahlan semakin terang ketika proses penyidikan dikembangkan dan penyidik meminta perhitungan kerugian keuangan negara kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
"Di dalam penghitungan kerugian negara dari BPKP tidak merujuk pada tersangka A, B, C tetapi di dalam peristiwa. Di dalam peristiwa itu, ada peran Dahlan Iskan disebutkan," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.