BPJS Kesehatan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah apakah akan memenuhi keinginan MUI untuk membentuk BPJS syariah atau tidak. (Baca: BPJS: Tak Ada Kata-kata "Haram" dalam Fatwa MUI)
Kepala Tim Komunikasi BPJS Ikhsan mengatakan, pemerintah adalah regulator yang bisa mengubah peraturan terkait BPJS. Sementara, BPJS, kata dia, selama ini hanya menjalankan regulasi yang sudah disusun oleh pemerintah bersama DPR. (Baca: MUI Minta Pembentukan BPJS Syariah, Ini Tanggapan Jusuf Kalla)
"Jadi rekomendasi MUI ini sebenarnya lebih ditujukan kepada pemerintah, ya pemerintah yang menjawab," kata Ikhsan saat dihubungi Kompas.com, Kamis ( 30/7/2015).
Jika memang ada revisi peraturan untuk menjalankan BPJS sesuai syariah islam, Ikhsan menegaskan, BPJS siap menjalankannya. (Baca: MUI Benarkan Keluarkan Fatwa BPJS Tak Sesuai Syariah Islam)
"Kami selalu akan bekerja sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang ada," kata Ikhsan.
Dalam waktu dekat BPJS akan mengadakan pertemuan dengan sejumlah ulama untuk membahas lebih dalam mengenai ketentuan yang ada dalam syariah Islam.
"Setelah audiensi itu mungkin bisa kami jelaskan lebih terang lagi hal ini ke masyarakat," ujarnya.
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin membenarkan adanya fatwa yang menyatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak sesuai syariah Islam. Fatwa tersebut keputusan ijtima atau forum pertemuan Komisi Fatwa MUI di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah, pada Juni 2015 lalu. (Baca: Said Aqil: MUI Terlalu Mudah Obral Fatwa)
"Fatwa BPJS itu sudah keputusan ijtima di Tegal," kata Ma'ruf, saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (29/7/2015) malam.
Ma'ruf mengungkapkan, forum tersebut dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam forum itu, hadir anggota Komisi Fatwa MUI dari seluruh Indonesia. Dengan adanya fatwa ini, Komisi Fatwa MUI mendorong pemerintah membuat sistem BPJS Kesehatan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Fatwa MUI tentang BPJS Kesehatan yang tidak sesuai syariah muncul karena kebijakan tersebut dinilai mengandung unsur gharar, maisir dan riba. Alasan lainnya, kepesertaan BPJS Kesehatan juga dianggap tidak adil karena masih membedakan latar belakang peserta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.