JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang gugatan praperadilan mantan Dirut PT PLN Dahlan Iskan kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2015). Dalam sidang yang mengagendakan pembacaan duplik dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini, pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, juga turut melimpahkan bukti terkait kejanggalan proses penetapan mantan Menteri BUMN itu sebagai tersangka.
"Hari ini kami menyampaikan alat-alat bukti persidangan, yang merupakan bukti tertulis. Baru nanti sebagian akan disusul dengan tambahan alat bukti pada sidang berikutnya," kata Yusril di PN Jakarta Selatan.
Ada pun bukti yang diserahkan kepada hakim tunggal Lendriaty Janis itu diantaranya surat keputusan penetapan Dahlan sebagai tersangka. Kemudian, surat perintah penyidikan yang ditujukan kepada penyidik yang memiliki tanggal yang sama dengan waktu penetapan Dahlan sebagai tersangka. (baca: Yusril Sebut Kejati DKI Tak Bisa Bedakan Proses Penyelidikan dan Penyidikan)
Selain itu, ada pula surat panggilan kepada saksi-saksi fakta untuk didengar keterangannya terkait kasus Dahlan, dan surat perintah penggeledahan dan penyitaan barang bukti.
"Ini jelas menyalahi prosedur yang diatur di dalam KUHAP sebagaimana yang ditafsirkan oleh MK bahwa dua alat bukti yang cukup untuk menjadi dasar penetapan tersangka itu harus didapat setelah sprindik keluar," kata dia.
Yusril menambahkan, proses penetapan seseorang sebagai tersangka seharusnya dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup serta menggali keterangan dari sejumlah saksi. (baca: Yusril Anggap Kejati DKI Tak Konsisten soal Praperadilan Dahlan Iskan)
"Ini beliau dinyatakan sebagai tersangka lebih dulu baru kemudian dicari alat-alat buktinya, baik diperiksa saksi maupun dilakukan penggeledahan dan penyitaan untuk mengumpulkan alat bukti pendukung," ujarnya.
Dahlan mendaftarkan gugatannya ke PN Jakarta Selatan pada Jumat (3/7/2015). Ia sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun.
Penganggaran proyek itu diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.