JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Dirut PT PLN Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra menilai, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tak mampu membedakan proses penyelidikan dan proses penyidikan. Kejati DKI dianggap telah melakukan kesalahan di dalam proses penetapan Dahlan sebagai tersangka dalam kasus proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun.
"Yang dilakukan Termohon (Kejati DKI) dalam menetapkan Pemohon (Dahlan) sebagai tersangka adalah melanggar due process of law dan mengabaikan hak asasi Pemohon dan roda keadilan," kata Yusril saat membacakan replik atas jawaban Kejati DKI dalam sidang praperadilan Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/7/2015).
Menurut Yusril, suatu proses penyidikan harus disertai dengan penerbitan surat perintah penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti. Dari proses tersebut, barulah penyidik menentukan apakah seseorang layak ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
"Sebelum Pemohon ditetapkan sebagai tersangka seharusnya Termohon melalui proses penyidikan memeriksa saksi, dan bukti lainnya. Bukan sebaliknya, Pemohon ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu baru kemudian dicari dan dikumpulkan keterangan saksi," ujarnya.
Yusril pun mempersoalkan penggunaan terminologi 'penyelidik' yang digunakan Kejati DKI saat memberikan jawaban atas gugatan praperadilan yang diajukan Yusril. Dalam jawabannya, Kejati menyatakan, penyelidik dalam proses penyelidikan telah menemukan bukti permulaan yang cukup melalui keterangan 11 saksi dan dokumen.
"Padahal, proses penyidikan harus diikuti surat perintah penyidikan dan diikuti dengan mengumpulkan bukti-bukti," ujar mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan itu.
Dalam sidang sebelumnya, Kejati DKI menyatakan telah menggali keterangan dari sebelas saksi dan sejumlah dokumen dalam proses penyelidikan terhadap proyek pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Jatiluhur Baru dam Gardu Induk 150 kV Jatirangon 2.
Dari keterangan tersebut, Kejati menemukan bukti permulaan yang cukup untuk kemudian menetapkan Yusuf Mirand dan Ferdinan Rambing Dien sebagai tersangka.
"Proses pencarian bukti sudah melalui pentahapan proses beracara sebagaimana ditentukan KUHAP, yang didahului dengan adanya laporan. Atas laporan itu kemudian dilakukan proses penyelidikan untuk meneliti masalah yang dilaporkan. Setelah diyakini kebenaran yang patut diduga merupakan tindak pidana, maka diterbitkan surat perintah penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan butkti dalam perkara pembangunan 21 Gardu Induk," kata juru bicara Kejati DKI Mohammad Sunarto, Senin (27/7/2015).