Hal itu mengemuka dalam diskusi "Subsidi Negara dan Dana Politik" yang digelar Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Selasa (7/7/2015), di Jakarta. Diskusi menghadirkan ahli kajian dana politik Marcus Mietzner dari Australian National University, mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum Ramlan Surbakti, serta Koordinator Divisi Politik dan Korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.
Ramlan mengatakan, partai kerap disebut pintu masuk orang-orang terbaik ke dalam lembaga-lembaga negara. Di Indonesia, partai adalah peserta pemilu yang memiliki tugas menciptakan kader-kader terbaik. Ironisnya, parpol hingga saat ini hanya mendapatkan dukungan pemerintah sebesar Rp 108 per tahun untuk setiap suara yang didapatkan dalam pemilu sebelumnya.
Sementara itu, Marcus pesimistis kemandirian parpol akan terwujud. Ia menilai, walau tidak besar bantuan pemerintah terhadap parpol, bantuan finansial terhadap parpol penting agar partai tidak menjadi wadah publik yang dikuasai konglomerat.
"Partai yang dikuasai kaum oligarki tentu akan menolak (bantuan dana negara). Ini masuk akal karena kaum ini sekadar ingin menguasai partai. Selain itu, kaum oligarki takut kalau ada dana negara yang masuk ke sistem keuangannya tentu sumber-sumber keuangan partainya akan terbongkar," kata Marcus.
Berbagai kepentingan
Menurut Marcus, parpol punya berbagai kepentingan sehingga antara yang ingin menerima dan menolak dana parpol pendapatnya selalu berseberangan. Misalnya, saat ini ada partai yang mau menerima bantuan dana parpol dari pemerintah, bahkan menghendaki kenaikan dana parpol beberapa kali lipat karena kondisi keuangan partainya yang menurun akibat terlalu besar pengeluaran pada Pemilu 2014.
Namun, ada juga partai yang menolak bantuan dana parpol dari pemerintah. "Bisa jadi mereka menolak karena dana pemerintah membuka keharusan transparansi sumber finansial partainya," kata Marcus.
Donal berharap negara memberikan insentif agar parpol tidak menjadi lembaga yang dikuasai konglomerat. (OSA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Juli 2015, di halaman 4 dengan judul "Partai Politik Sulit Jadi Institusi Demokrasi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.