JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai tersangka karena berada di luar negeri. Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji mengatakan, jika dalam panggilan berikutnya Ilham tak kembali ke Indonesia, maka Ilham bisa masuk daftar pencarian orang.
"Secara universal, SOP-nya penyelenggara negara, (Ilham) bisa masuk DPO," ujar Indriyanto di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/7/2015).
Meski begitu, kata Indriyanto, kebijakan DPO tidak diatur dalam KUHAP. Ada sejumlah pertimbangan tertentu yang membuat seorang tersangka masuk DPO. Namun, langkah yang bisa dilakukan KPK adalah melakukan panggilan paksa.
"Karena (DPO) tidak ada aturannya dalam KUHAP, hanya bisa dihadirkan secara paksa," kata Indriyanto.
Indritanto mengatakan, KPK masih menunggu itikad baik Ilham untuk kembali ke Indonesia dan memenuhi panggilan penyidik KPK selanjutnya. Mengenai langkah hukum selanjutnya, akan ditentukan saat pemeriksaan dilakukan.
"Kita tunggu mereka saja datang. Menunggu dia pulang kembali ke Jakarta disesuaikan dengan surat panggilan berikutnya," kata Indriyanto.
Ilham tidak memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dengan sejumlah alasan. Selain melaksanakan ibadah umrah, dalam suratnya, Ilham menyatakan akan menjalani medical check up di Singapura. (Baca Sedang Umrah, Eks Wali Kota Makassar Tak Penuhi Panggilan KPK)
Ia juga meminta penyidik memeriksanya di lain hari, setelah kembali ke Jakarta seusai berobat. (Baca Masih di Singapura, Mantan Wali Kota Makassar Tak Penuhi Panggilan KPK)
KPK kembali menerbitkan sprindik dan kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka setelah status hukumnya dinyatakan tidak sah oleh hakim tunggal praperadilan Yuningtyas Upiek Kartikawati. Salah satu pertimbangan dikabulkannya gugatan praperadilan Ilham terhadap KPK adalah bukti yang diajukan lembaga antirasuah itu tidak asli.
Dalam kasus ini, berdasarkan hasil audit BPK, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 38 miliar dalam kerja sama antara PDAM dan PT Traya Tirta Makassar. BPK juga menemukan adanya potensi kerugian negara dalam tiga kerja sama PDAM dengan pihak swasta lainnya.
Tiga kerja sama yang dimaksud adalah kontrak dengan PT Bahana Cipta dalam rangka pengusahaan pengembangan instalasi pengolahan air (IPA) V Somba Opu sebesar Rp 455,25 miliar. Demikian pula kerja sama dengan PT Multi Engka Utama dalam pengembangan sistem penyediaan air minum atas pengoperasian IPA Maccini Sombala tahun 2012-2036 dengan nilai investasi sebesar Rp 69,31 miliar lebih. Selain itu, ada kerja sama antara PDAM Makassar dan PT Baruga Asrinusa Development yang dinilai berpotensi mengurangi potensi pendapatan PDAM sebesar Rp 2,6 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.