JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM telah bertemu korban pelanggaran HAM peristiwa 1965, Talangsari dan keluarga aktivis yang dihilangkan paksa. Di antara mereka, ada yang menginginkan rekonsiliasi, ada pula yang tidak.
Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan, korban peristiwa 1965, misalnya. Mereka lebih mengutamakan rekonsiliasi. Sebab, mereka menyadari banyak pelaku yang telah meninggal dunia.
"Mereka cenderung ke arah rekonsiliasi saja. Yang utama bagi mereka itu rehabilitasi nama baik dan pelurusan sejarah supaya tidak ada stempel negatif bagi keluarga dan anak-anak," ujar Siti saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/7/2015).
Sementara, keluarga aktivis yang hilang, lanjut Siti, lebih kepada upaya yudisial. Mereka ingin adanya pengungkapan kebenaran melalui proses hukum. Misalnya, jika keluarganya meninggal dikuburkan di mana dan jika masih hidup berada di mana. (baca: Komnas HAM Bantah Bujuk Rayu Korban untuk Setujui Rekonsiliasi)
Siti dan jajaran Komnas HAM mempunyai keyakinan pemerintah serius menuntaskan perkara pelanggaran berat HAM di masa lalu. Oleh sebab itu, timnya giat bekerja untuk berkomunikasi kembali dengan korban atau keluarganya.
"Kami masih akan bertemu lagi korban atau keluarga kasus pelanggaran berat HAM dalam waktu dekat ini," ujar Siti. (Baca: Kontras: Seolah-olah Negara Hadir Lewat Rekonsiliasi, Padahal Tidak!)
Siti menegaskan, komunikasi dengan korban atau keluarganya itu bukan dalam rangka membujuk agar mereka lebih memilih upaya rekonsiliasi. Komunikasi itu lebih kepada mengkonsolidasikan kembali tuntutan mereka untuk kemudian ditindaklanjuti ke dalam tim.
"Jadi nanti diputuskan, apakah akan melalui jalur yudisial atau non yudisial (rekonsiliasi)," lanjut Siti.
Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan, pemerintah berupaya untuk mewujudkan proses rekonsiliasi dengan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu. Setidaknya, ada tiga tahapan yang akan dilalui jika proses rekonsiliasi berjalan. (baca: Pemerintah Upayakan Rekonsiliasi dengan Korban Pelanggaran Berat HAM)
Tiga tahapan rekonsiliasi itu yakni pernyataan bahwa ada pelanggaran HAM, dilanjutkan dengan kesepakatan bersama antara korban dan pelaku, kemudian diakhiri dengan permintaan maaf negara kepada korban atau keluarganya.
Prasetyo mengatakan, keputusan apa pun pasti menimbulkan pro dan kontra. Namun, kesepakatan yang ada merupakan langkah terbaik.
Anggota komite disepakati sebanyak 15 orang. Komite yang berada langsung di bawah Presiden ini terdiri dari unsur korban, Komnas HAM, Kejaksaan Agung, purnawirawan Polri, purnawirawan TNI, dan beberapa tokoh masyarakat yang kompeten dalam penegakan HAM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.