Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang Soesatyo: Banyak "Human Error" di Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 06/07/2015, 09:34 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah memasuki bulan kesembilan, tetapi konsolidasi pemerintahan Presiden Joko Widodo belum juga rampung.  Dampak negatifnya, begitu banyak permasalahan akibat human error yang dilakukan para menteri.

"Karena itu, Presiden Perlu mengkaji lagi loyalitas dan kapabilitas para menteri. Sebab, masyarakat akar rumput sekali pun bisa merasakan pemerintahan sekarang ini belum efektif," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/7/2015).

Masalah terakhir yang membuat Presiden seperti kecolongan, kata Bambang, adalah protes komunitas pekerja terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015 tentang tata cara pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Jokowi meneken PP yang mengubah minimal masa kerja 5 tahun menjadi 10 tahun kerja bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Setelah diprotes banyak kalangan, akhirnya Jokowi memerintahkan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri untuk merevisi PP tersebut.

Sebelumnya, lanjut Bambang, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga melakukan human error sehingga menyulut kebisingan di ruang publik. Tjahjo mengungkapkan kepada pers bahwa ada menteri yang mengejek Presiden.

"Sebelumnya lagi, Menkumham Yasona Laoly menjalankan agendanya sendiri dalam merespons sengketa internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan  (PPP)," papar loyalis Aburizal Bakrie ini.

Bahkan human error pun, tambah dia, terjadi pada komunikasi antara Presiden dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertama, terjadi pada isu tentang organisasi PSSI. Wapres memerintahkan Menpora mencabut surat keputusan pembekuan PSSI. Namun, Presiden Jokowi justru memerintahkan sebaliknya dan meminta Menpora mempertahankan pembekuan PSSI.

"Kedua, terjadi pada isu tentang revisi UU KPK. Wapres, Jaksa Agung, serta Menteri Hukum dan HAM setuju UU KPK direvisi, tetapi Presiden menolak revisi dimaksud," ujar Anggota Komisi III DPR ini.

Rangkaian human error itu, menurut dia, telah membentuk persepsi negatif di benak publik. Soliditas kabinet belum terbangun sehingga pemerintahan ini belum efektif bekerja. Kasus PP Nomor 46 tahun 2015 hingga beras plastik mencerminkan rendahnya kapabilitas beberapa menteri. Presiden juga terus diganggu oleh perilaku menteri berloyalitas ganda.

"Karena itu, bukannya mengada-ada jika ada desakan reshuffle kabinet. Human error di Kabinet tidak saja memprihatinkan, namun juga memalukan," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com