Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Islam Nusantara Teladan di Mata Dunia

Kompas.com - 02/07/2015, 16:06 WIB

SURABAYA, KOMPAS
- Praksis Islam di Indonesia yang disebut Islam Nusantara berpotensi menjadi teladan baru dari dunia Islam di mata dunia. Hal ini menimbang perkembangan sosial politik di sejumlah negara dan komunitas Islam dunia, termasuk di Timur Tengah, yang kini dilanda konflik sosial politik yang mengarah pada runtuhnya peradaban setempat. Meski ada berbagai pendapat, Islam Nusantara dipahami tetap merupakan Islam otentik sebagai ajaran Nabi Muhammad SAW sekaligus mampu mendamaikan pergaulan pemeluknya dan bahkan menyejahterakan lingkungannya, termasuk non-Muslim.

Demikian pendapat sejumlah pakar dalam Seminar Internasional "NU dan Islam Nusantara" yang digelar dalam rangkaian pelaksanaan Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama di kompleks kampus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) di Surabaya, Rabu (1/7/2015).

Hadir dalam seminar yang digelar kerja sama harian Kompas dengan Panitia Muktamar NU Ke-33 ini antara lain Rektor UINSA Abdul A'la, Dekan Fakultas Adab UINSA yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Ghazali Said, dan penulis biografi Gus Dur dari Universitas Monash, Australia, Greg Barton. Hadir juga Wakil Gubernur Jawa Timur, yang juga Ketua Panitia Daerah Muktamar Ke-33 NU, Saifullah Yusuf dan Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim KH Mutawakil Alalah.

Gus Ipul, panggilan akrab Saifullah Yusuf, menjelaskan, Islam model Nusantara memberikan pandangan lain terhadap serbuan tawaran model Islam yang diklaim serta dikampanyekan organisasi dan kelompok komunitas yang menamakan diri mereka Islam dari lingkungan internasional. Mereka telah mengajak dan merebut perhatian generasi muda Muslim, termasuk generasi muda NU.

"Islam Nusantara mengajak masyarakat tidak mencemaskan Islam, misalnya melihat Islam di Afganistan, dan akan melihat kesejukan pada Islam Nusantara di Indonesia," katanya.

Ghazali Said menjelaskan, merebaknya paham jihad Islam yang mendorong pemuda Muslim melakukan kekerasan dan mengampayekan radikalisme agama muncul beberapa tahun terakhir ketika paham Islam dari berbagai negara di Timur Tengah, Asia Tengah dan Asia Selatan menyebarkan ideologinya. Indonesia dan terutama generasi muda NU menjadi sasarannya.

Menurut Abdul A'la, yang berpengalaman mendamaikan kelompok penganut Syiah di Madura dengan warga setempat, para juru kampanye Islam internasional itu mengembangkan cara yang efektif dan sistematis, menyebar agen-agen, mencetak selebaran, majalah, video, berkampanye di televisi dan masjid, bahkan menggunakan sarana modern media sosial, menyebarkan ajakan mengubah Indonesia menjadi negara Islam dan menerapkan sistem kenegaraan berdasarkan suatu sistem utopis.

"Mereka memiliki uang untuk memberikan beasiswa kepada ratusan pemuda NU setiap tahun, dan setelah pulang para pemuda NU ini berubah menjadi berpaham radikal," kata Ghazali.

Pandangan

Mereka diajari pandangan Islam yang sepenuhnya baru, suatu paham utopia Islam, tentang masa kejayaan Islam dan menyebut sistem itu atas nama "kekhalifahan". Ini mengherankan, kata Abdul A'la, karena mereka tidak lagi merujuk sistem kekhalifahan yang pernah ada dan bisa dirujuk sistemnya dalam kitab-kitab pustaka Islam lama, tetapi menciptakan sistem lebih baru yang belum pernah ada.

"Hasil akhirnya berujung pada kekerasan. Mereka lebih tampak sebagai komunitas putus asa setelah tumbangnya rezim kuat di negara-negara Timur Tengah, dan memimpikan sesuatu yang tak pernah ada, yang hanya berujung pada tindakan pelanggaran hak asasi manusia," ungkapnya.

Abdul A'la mengatakan, jangan berharap muncul peradaban Islam maju di Timur Tengah mengingat peradaban mereka telah dihancurkan sendiri. "Bagaimana mungkin akan muncul peradaban maju dengan dasar kerusakan seperti itu," katanya.

Greg Barton mengemukakan, NU merupakan kekuatan sosial politik berdasar Islam yang memberikan harapan bagi masa depan Indonesia dan masa depan Islam dalam pergaulan internasional. Jumlahnya besar meski tidak sebesar Tiongkok atau India.

NU dengan warisan sejarahnya, kekayaan pengetahuan khazanah Islam-nya, serta kebesaran hati dan ajaran para pendirinya sangat bisa diandalkan sebagai bentuk Islam yang damai, yang menghindari konflik, tak ragu-ragu menerima Indonesia sebagai NKRI dengan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini sangat penting bagi Indonesia yang kini telah menjadi negara demokrasi besar. (ETA/MBA/BIL/ODY)

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Juli 2015 dengan judul "Islam Nusantara Teladan di Mata Dunia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

Nasional
Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com