Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Jujur dari Hoegeng

Kompas.com - 02/07/2015, 15:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Belajar dari masa lalu. Peristiwa itu terjadi tahun 1969. Sudah 46 tahun lalu! Harian Kompas, 2 Juli 1969, mengutip instruksi Kepala Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Bertepatan dengan Hari Bhayangkara, Kapolri Hoegeng memerintahkan kepala polda untuk mendaftarkan kekayaan semua unsur pimpinan Komando Keamanan Pelabuhan sebelum ataupun sesudah melakukan tugas pelabuhan.

Jika Hoegeng masih hidup, mungkin dia menangis melihat situasi saat ini. Seperti dituturkan dalam buku Hoegeng, Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa, Hoegeng pernah menulis memo kepada Kapolri Jenderal (Pol) Widodo Budidarmo pada 1977. Hoegeng menulis, "Wid, sekarang ini kok polisi kaya raya. Sampai-sampai ada yang punya rumah di Kemang. Dari mana duitnya?" "Sebagai mantan Kapolri, saya benar-benar prihatin dan malu dengan adanya kasus ini."

Sebagai sosok polisi yang jujur dan bersih serta menghindari konflik kepentingan, Hoegeng pernah meminta Merry, istrinya, menutup toko bunga yang baru dirintis. Hoegeng tak ingin ada konflik kepentingan. Sebagaimana ditulis Suhartono dalam buku Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan (2013), Hoegeng tidak ingin memanfaatkan posisi, kekuasaan, dan jabatannya sebagai Dirjen Imigrasi. Saat pemilik rumah sewaan tak mau dibayar rumah sewaannya, Hoegeng membayarnya dengan wesel pos.

Menurut cerita Aditya Soetanto Hoegeng (Didit), putra kedua Hoegeng, seperti dikisahkan dalam buku karya Suhartono, Hoegeng tidak pernah mau menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun. "Saat melakukan kunjungan ke daerah, kadapol selalu memberikan bingkisan berupa makanan atau buah-buahan. Bingkisan itu sudah diletakkan di pesawat sebelum Papi naik. Namun, saat Papi melihat bingkisan itu, ia turun lagi dan meminta bingkisan itu diturunkan. Papi tak mau terbang sebelum barang tersebut disingkirkan dari pesawat," tutur Didit.

Instruksi Hoegeng yang mewajibkan pejabat menyerahkan laporan kekayaan 46 tahun lalu itu baru terwujud secara formal setelah era Reformasi melalui Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN serta UU tentang Tindak Pidana Korupsi. Namun, Tap MPR dan UU itu pun sering dilanggar secara terbuka. Bahkan, ada pejabat yang berani terang-terangan menolak mengisi laporan kekayaan itu.

Betapa visionernya Hoegeng untuk mencegah korupsi di Indonesia. Ide pelaporan kekayaan bagi kepolisian datang dari Hoegeng sebagai instrumen untuk mencegah korupsi. Tajuk Rencana Kompas, 16 Juli 2004, menulis, "Benar Akan Berantas KKN? Belajarlah dari Hoegeng".

Ya, Hoegeng memang sosok jujur, bersih, berkarakter. Kapolri periode 1968-1971 itu pernah berkata, "Selesaikan tugas dengan kejujuran karena kita masih bisa makan dengan garam."

Karier Hoegeng, polisi yang jujur, bersih, dan punya prinsip itu, berakhir ketika dia mengundurkan diri sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971. Dia ditawari Presiden Soeharto untuk menjadi duta besar di Swedia ataupun Belgia, Belanda, dan Luksemburg. Namun, tawaran itu ditolak Hoegeng.

"Papimu ini seorang polisi dan harusnya ditugaskan sebagai polisi saja, bukan dubes. Untuk menjadi dubes harus seorang diplomat," ujar Didit menceritakan alasannya.

Kehidupan memang sudah berubah, tetapi kejujuran Hoegeng adalah sesuatu nilai yang seharusnya universal.

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Juli 2015 dengan judul "Belajar Jujur dari Hoegeng".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com