"Semua sudah setuju, pemerintah melalui Menkumham juga sudah setuju dan mayoritas fraksi juga sudah setuju. Kenapa sekarang harus mundur? Yang penting dalam revisi itu adalah perubahan untuk menuju yang lebih baik. Jadi harus ditegaskan bahwa revisi ini bukan untuk mengurangi upaya pemberantasan korupsi," ujar Akbar Tandjung, seusai acara buka puasa bersama, di kediaman dinas Ketua DPD, Irman Gusman, Jumat (26/6/2015).
Ia mengatakan, salah satu poin revisi, yaitu pasal mengenai penyadapan harus menjadi perhatian. Menurut Akbar, penyadapan memang diperlukan, tetapi tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang sembarangan dan berdampak pada pelanggaran HAM. (Baca: Fahri: Jokowi Jadi Penakut, Lebih Baik Tolak Revisi UU KPK)
"Meski penyadapan adalah faktor yang menentukan tapi tentu saja harus juga diperhatikan bahwa penyadapan yang dilakukan tidak boleh sembarangan. Ada faktor hak asasi manusia di dalamnya yang harus tetap diperhatikan," katanya.
Pemerintah akan tarik revisi UU KPK
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memastikan pemerintah tidak akan meneruskan rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemerintah pun segera mencabut rencana revisi itu dari daftar program legislasi nasional (prolegnas).
"Kalau pemerintah sekarang sudah ditegaskan Presiden tidak mau revisi kan harus dikeluarkan dari prolegnas. Nah, itu mensesneg yang akan menolak," ujar Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki di Istana Kepresidenan, Jumat (19/6/2015).
Pemerintah tak hanya akan mengeluarkan revisi UU KPK dari daftar prolegnas tahun ini tetapi juga dari daftar prolegnas jangka menengah. Menurut Teten, alasan pemerintah menolak lantaran revisi justru dianggap melemahkan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.