JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Anang Iskandar menyatakan bahwa ancaman peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah memasuki kategori gawat darurat. Sepanjang tahun 2014, estimasi kerugian ekonomi akibat narkoba mencapai angka yang fantastis, yakni Rp 63 triliun.
"Jumlah tersebut naik sekitar dua kali lipat dibandingkan tahun 2008, atau naik 31 persen dari tahun 2011," kata Anang, dalam acara peringatan Hari Anti-Narkotika Internasional, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (26/6/2015).
Anang menjelaskan, kerugian ekonomi akibat narkoba itu berasal dari kerugian pribadi Rp 56,1 triliun, dan kerugian sosial Rp 6,9 triliun. Kerugian pribadi mencakup biaya konsumsi narkoba, sedangkan untuk kerugian sosial sekitar 78 persen merupakan biaya akibat kematian karena menyalahgunakan narkoba.
"Angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba mencapai 12.044 orang per tahunnya," ucap Anang.
Ia menuturkan, kondisi darurat narkoba di Indonesia memaksa seluruh komponen bangsa untuk berperan nyata dalam upaya pencegahan dan penanganannya. BNN kesulitan menangani masalah ini tanpa ada bantuan dari lembaga atau kelompok masyarakat lainnya.
Data BNN mengungkapkan, target penyelamatan penyalah guna narkoba sampai tahun 2020 hanya sekitar 300.000 jiwa. Sedangkan analisa yang dilakukan bersama Puslitkes Universitas Indonesia jumlah penyalah guna narkoba di Indonesia pada 2020 bisa meningkat sampai 5 juta jiwa.
Target nasional rehabilitasi pada 2015 sebesar 100.000. Hingga 19 Juni 2015, BNN telah merehabilitasi 9.047 pecandu dan penyalah guna narkoba.
Program rehabilitasi tersebar di empat balai rehabilitasi BNN, Sekolah Kepolisian Negara, lembaga pemasyarakatan, RSUD, RS/klinik swasta, puskesmas, dan panti rehabilitasi masyarakat dengan bantuan BNN.
Selain BNN, Kementerian Kesehatan juga telah berhasil merehabilitasi pecandu dan penyalahguna narkoba sebanyak 4.126 orang, dan Kementerian Sosial merehabilitasi 3.161 oranf.
"Penyalahgunaan narkoba terbukti telah merusak dan menjadi ancaman nyata yang membutuhkan penanganan serius dan mendesak," ucap Anang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.