JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai tak ada yang salah dari Surat Edaran KPU Nomor 302/VI/KPU, sebagaimana saat ini ramai dipertanyakan sejumlah pihak, terutama LSM. Mereka menuduh KPU melalui surat edaran tersebut telah membuka celah 'skandal' politik dinasti. Padahal mengenai syarat calon kepala daerah segera diputuskan Mahkamah Kontitusi.
"Saya kira enggak ada yang salah dengan SE KPU itu. Soal petahana kan saat ini juga sedang menunggu keputusan MK," kata Tjahjo, Jumat (26/6/2015).
Tjahjo menilai, seperti tertuang dalam UUD 1945 bahwa setiap warga negara memiliki hak memilih dan dipilih. Begitu juga hak itu dimiliki oleh keluarga atau kerabat pejabat. Namun, larangan politik dinasti dalam UU Pilkada bisa jadi dianggap lain oleh MK.
Untuk diketahui, salah satu pokok gugatan yang saat ini tengah diuji MK adalah Pasal 7 huruf R Undang-Undang Pilkada. Pasal itu menjelaskan bahwa seorang calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana, baik bagi gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
Dalam pasal tersebut juga dijelaskan hubungan kekerabatan, yaitu yang memiliki ikatan perkawinan dan darah lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping. Adapun yang termasuk dalam persyaratan tersebut adalah suami/istri, orangtua, mertua, paman, bibi, anak, menantu, adik, kakak, dan ipar, kecuali terdapat jeda satu periode (lima tahun).
Surat Edaran KPU mengatakan sejumlah hal seorang Kepala daerah yang tidak masuk definisi petahana. Satu di antaranya kalau si kepala daerah mengundurkan diri. Itu artinya kerabat atau keluarga dari si mantan kepala daerah tadi bisa langsung mencalonkan diri dalam pilkada.
"Tapi semua masih menunggu keputusan MK," kata Tjahjo.
Di samping itu, Politikus PDIP tersebut mengatakan, kepala daerah seyogyanya memenuhi masa jabatan selama satu atau dua periode sesuai sumpah jabatannya. Sehingga apabila mengundurkan diri dalam masa jabatan tersisa, masih disebut petahana.
"Pada dasarnya masalah dinasti itu sangat relatif dilihat dari sisi mana. Kalau memang mau ya enggak ada masalah, jangan menutup kesempatan orang lain. Indikasi beberapa kepala daerah yang mengajukan mundur itu bervariasi," kata Tjahjo.
Sebelumnya, Koordinator Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut Surat Edaran KPU tertanggal 12 Juni 2015, yang pada pokoknya menjelaskan mengenai definisi petahana bagi kepala daerah.
Donal mengatakan, KPU seharusnya menunggu putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi Undang-Undang No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. (Baca: KPU Diminta Cabut Surat Edaran soal Definisi Petahana)
(Edwin Firdaus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.