"Lebih urgent UU Tipikor daripada UU KPK. Kami melihat UU Tipikor banyak kelemahannya," ujar Aradilla di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (21/6/2015).
Aradilla mengatakan, revisi UU Tipikor masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2014-2019, namun tidak menjadi prioritas jangka pendek. Menurut dia, jika KPK ingin dikuatkan, bukan dengan cara merevisi UU KPK.
Sejumlah rekomendasi ICW dalam revisi UU Tipikor antara lain, pemberatan ancaman pidana yang merugikan keuangan negara. Ia menyebutkan, semestinya ancaman pidana kepada pejabat publik yang melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya lebih berat dibanding yang bukan pejabat publik.
"Bagi pelaku dari pejabat publik ancaman pidana minimal adalah 6 tahun penjara sedangkan pelaku non pejabat publik dihukum dengan pidana minimal 5 tahun penjara," kata Arad.
Selain itu, Aradilla menilai bahwa dalam UU Tipikor harus ditambahkan hukuman berupa pencabutan hak politik terhadap terpidana korupsi. Terpidana, kata dia, juga tidak boleh diberikan keringanan hukuman berupa remisi dan pembebasan bersyarat.
"Hak memperoleh gaji atau tunjangan atau fasilitas sebagai pegawai negeri sipil atau pejabat publik, hak untuk mendapatkan dana pensiun, hak untuk menduduki jabatan struktural dilingkungan pemerintah, serta penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana," kata Aradilla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.