Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TPDI Anggap Ada Sandiwara Politik Terkait Penunjukan Sutiyoso

Kompas.com - 15/06/2015, 22:05 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menduga telah terjadi sandiwara politik antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Presiden Joko Widodo, dan Letjen TNI (Purn) Sutiyoso terkait pengajuan Sutiyoso sebagai kepala Badan Intelijen Negara.

Dugaan ini muncul setelah Sutiyoso, yang menurut TPDI pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyerangan Kantor PDI di Jalan Diponegoro pada 27 Juli 1996, ditunjuk sebagai calon kepala BIN.

"Di satu sisi, Megawati menyatakan akan tetap menuntut penyelesaian kasus 27 Juli secara hukum. Tetapi, di sisi lain, Sutiyoso sebagai tersangka selalu mendapat karpet merah dari Ibu Mega, bahkan sekarang dipromosikan jadi kepala BIN," demikian bunyi keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (15/6/2015).

TPDI terdiri dari 10 orang praktisi hukum, yaitu Erick S Paat, Petrus Selestinus, Robert B Keytimu, Erlina R Tambunan, Hasoloan Hutabarat, Harapan Manurung, Netty Saragih, Martin Erwan, Nino Sukarna, dan Silvester Nong M.

TPDI memaparkan, dalam Rapat Kerja Nasional PDI-P di tahun 2013, serta dalam peresmian Kantor PDI di Jalan Diponegoro pada awal Juni 2015, Megawati sambil meneteskan air mata menyatakan akan tetap menuntut pemerintah untuk menuntaskan proses hukum atas kasus 27 Juli. Sementara itu, dalam rentan waktu yang berdekatan, Jokowi justru mengusulkan Sutiyoso sebagai calon kepala BIN.

Menurut TPDI, hal tersebut menunjukkan adanya dusta atau paradoks politik yang dilakukan pemimpin di level tertinggi negara. Tragedi 27 Juli, menurut TPDI, dieksploitasi sedemikian rupa selama bertahun-tahun hanya demi kepentingan politik semata.

"Padahal, setiap Ibu Mega berpidato dan mengenang kasus 27 Juli, ia selalu meneteskan air mata. Namun, dengan air mata itu pula, ia melupakan kewajiban dan janji menyelesaikan kasus 27 Juli," demikian pernyataan TPDI.

Untuk itu, TPDI meminta Jokowi untuk membatalkan pencalonan Sutiyoso dan memerintahkan Kepala Polri dan Jaksa Agung untuk melakukan pemberkasan penyidikan perkara 27 Juli agar dapat dinaikkan ke tahap penuntutan. TPDI juga berharap Sutiyoso dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Menurut TPDI, berdasarkan laporan polisi yang dilakukan pelapor Alexander Litaay, pada 7 Agustus 1996, di Polda Metro Jaya, Sutiyoso yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Jaya ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus 27 Juli. Kasus tersebut ditangani Tim Koneksitas, yang dibentuk khusus untuk mengusut keterlibatan TNI/Polri bersama masyarakat sipil. (Baca: Sutiyoso Dinilai Masih Tersangka 27 Juli, TPDI Kirim Surat ke Jokowi)

Sutiyoso tanggapi kontroversi

Soal kontroversi soal pencalonan sebagai kepala BIN, Sutiyoso menanggapinya secara ringan. "Sudah biasalah itu. Kita tanggapi dengan optimisme saja," ujar Sutiyoso, yang menjabat mantan Pangdam Jaya ketika peristiwa 27 Juli 1996 terjadi. (Baca: Jadi Kontroversi, Sutiyoso Menganggap Itu Sudah Biasa)

Dia memilih untuk fokus pada uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI terlebih dahulu. Namun, yang jelas, Sutiyoso mengaku siap mendapat tugas dari Presiden. "Saya siap," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Namun, hingga saat ini Sutiyoso belum dapat dimintai tanggapan terkait pernyataan TPDI yang menyebutnya sebagai tersangka dalam kasus 27 Juli 1996.

Alasan Jokowi

Presiden Jokowi pernah menyebut alasannya menunjuk Sutiyoso sebagai calon kepala BIN. Jokowi mengaku memperhatikan latar belakang Sutiyoso yang lebih banyak ada di dunia intelijen dan militer. 

"Saya juga telah mengajukan pencalonan Sutiyoso sebagai Kabin ini. Saya juga sudah melalui banyak pertimbangan dan memperhatikan, baik rekam jejak maupun kompetensi dari Pak Sutiyoso," ujar Jokowi.

Dia pun berharap DPR tidak mempersulit pencalonan Sutiyoso lantaran dia sudah melalui berbagai pertimbangan sebelum memilih Sutiyoso. "Saya berharap DPR memberikan pertimbangan terhadap keputusan tersebut," ujar Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com