"Sepengetahuan saya saat itu belum ada," kata Samad, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan yang diajukan Novel terhadap Polri, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2015).
Samad pun membeberkan kronologi pertemuan antara dirinya dengan Kapolri saat itu, Jenderal Pol (Purn) Timur Pradopo yang difasilitasi Presiden SBY di Sekretariat Negara. Dalam pertemuan yang digelar sejak pagi hingga sore hari itu, dibahas sejumlah persoalan terkait konflik KPK dan Polri.
Ada pun yang menjadi pemicu konflik saat itu adalah penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM di Korlantas Polri yang melibatkan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo.
Samad menambahkan, pertemuan itu akhirnya menghasilkan dua hal, yaitu kasus simulator SIM tetap ditangani KPK dan meminta agar Polri menghentikan penyidikan karena persoalan waktu. Putusan tersebut disampaikan Presiden SBY melalui konferensi pers pada malam harinya.
"Saat itu Timur Pradopo menyanggupi perintah itu. Dan setelah ada perintah itu, kasus Novel bak hilang ditelan bumi," ujarnya.
Ia melanjutkan, ketika jabatan Kapolri mengalami pergantian dari Timur ke Jenderal Pol (Purn) Sutarman, Abraham mengaku kembali bertanya kepada Sutarman mengenai nasib Novel. Pasalnya, saat itu Novel berencana berhenti dari Polri untuk mengabdi di KPK bersama 26 anggota Polri lainnya.
Sutarman, kata Samad, menegaskan bahwa kasus Novel sudah dihentikan atas dasar keputusan yang dibuat sebelumnya antara KPK, Polri, dan Presiden. Pernyataan Sutarman itu menjadi dasar bagi KPK untuk menerima Novel sebagai penyidik di KPK.
"Jadi saya harus kroscek ulang posisinya, statusnya di kepolisian, apakah ini clear. Ketika saya tanya Pak Tarman ia jawab iya kasusnya sudah dihentikan, makanya kita terima," kata Samad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.