Firman mengatakan, memang ada pasal yang menyebut bahwa penyelidik dan penyidik di KPK harus berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung. Namun, di pasal selanjutnya mengatur bahwa KPK berhak mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri.
"Kalau ada penyelidik dan penyidik keluar dari Polri lalu menetap di KPK artinya bisa saja, bukan masalah. Tentu harus diangkat terlebih dahulu oleh pimpinan KPK," ujar Firman saat acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/5/2015).
Firman menegaskan, Undang-Undang KPK itu bersifat 'lex specialist'. Sepanjang hukum acara tertentu tidak diatur di dalam UU KPK, maka yang dimaksud mesti merujuk kembali ke KUHAP. Namun, jika sudah diatur dalam UU KPK, pasal itulah yang menjadi pegangan.
"Konteks yang saya maksud ini yang terkait penyelidik dan penyidik KPK yang sudah tidak di Polri ya," ujar Firman.
Firman mengatakan prinsip demikian tidak tertulis jelas dan hanya merupakan bagian dari konsep awal pembentukan UU KPK itu. Oleh sebab itu, Firman menyarankan supaya pemerintah merevisi UU KPK dan minta tafsir ke Mahkamah Konstitusi soal perdebatan itu.
"Harus dilaksanakan dua-duanya. Jika tidak ini akan berimplikasi serius bagi yurisprudensi. Hakim itu dalam memutuskan melihat putusan hakim sebelumnya soal perkara yang serupa," ujar Firman.
Perdebatan soal sah atau tidaknya penyelidik dan penyidik KPK itu terkait dengan beberapa kali sidang praperadilan yang digelar akhir-akhir ini. Dalam sidang praperadilan Hadi Purnomo versus KPK misalnya, Hakim Haswandi memenangkan kubu KPK dan menyatakan KPK melanggar prosedur dalam penetapan Hadi sebagai tersangka.
Adapun, yang jadi salah satu dasar putusan itu yakni hakim persidangan menganggap penyelidik dan penyidik KPK sudah keluar dari institusi kepolisian. Artinya, keputusan hukum sang penyelidik dan penyidik cacat hukum. Dasar putusan itu juga sempat membuat Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki tidak terima.
"Putusan itu mengacaukan 371 tindak pidana korupsi yang punya kekuatan hukum tetap sejak 2004 menjadi tidak sah," ujar Ruki di gedung KPK, Selasa kemarin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.