JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Denny Indrayana, Iryanto Subiakto, menegaskan bahwa penampungan uang hasil pembuatan paspor elektronik melalui sistem payment gateway di bank swasta bukanlah bentuk dari pelanggaran.
"Penampungan (di bank swasta) itu tidak ada masalah. Itu bagian dari teknis saja. Itu bukan pelanggaran," ujar Iryanto di kompleks Mabes Polri, Selasa (26/5/2015) malam.
Hal itu dikatakan Iryanto terkait pernyataan Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Ahmad Wiyagus tentang alasan pemeriksaan Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja, pekan lalu. Wiyagus menyebut BCA sebagai bank persepsi dalam payment gateway. Karena itulah, polisi memeriksa Jahja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2006, bank persepsi adalah bank umum yang ditunjuk untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri dan penerimaan bukan pajak. Dalam sistem payment gateway, setiap pemohon dikenakan biaya sebesar Rp 5.000 untuk satu kali pembuatan. Hal inilah yang dianggap melanggar ketentuan Kementerian Keuangan yang menganggap pemohon tidak diperkenankan dibebani biaya tambahan di luar yang telah diatur dalam PP tentang Jenis dan Tarif yang berlaku.
Selain itu, aktivitas penampungan itu juga dinilai bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menyatakan seluruh penerimaan negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara. Iryanto mengatakan, uang pemohon pembuat paspor memang sempat masuk ke bank swasta. Namun, keberadaan uang itu di sana hanya satu hari sebelum masuk ke kas negara. Di bank swasta itupun, fungsinya hanya untuk penghitungan nilai saja dan tidak mengalir ke mana-mana.
"Satu hari itu digunakan untuk penghitungan. Jadi kalau bahasanya diendapkan, ya enggak. Itu murni hanya penghitungan agar langsung masuk ke kas negara," ujar Iryanto.