Oleh:Sumbo Tinarbuko
JAKARTA, KOMPAS - Melihat Jokowi yang terpilih menjadi Presiden RI, bagaikan melihat tontonan pertandingan sepak bola Piala Dunia. Pertandingan tersebut melibatkan negara peserta dan klub sepak bola terkenal.
Selain itu, aspek keterlibatan penonton. Mereka terkadang suka menaikkan kasta dirinya menjadi komentator atau pengamat laga sepak bola. Realitas sosialnya: keberadaan mereka lebih heboh dibandingkan dengan permainan para pesepak bola profesional di lapangan hijau.
Keseriusan penonton menjadi hal sangat serius. Kenapa? Karena mereka menganggap dirinya lebih paham a-z dunia persepakbolaan. Bahkan, mereka mampu meramalkan gol yang akan tercipta, meski laga belum berlangsung.
Di sudut lainnya, para penonton menjadi sangat agresif saat menorehkan pengamatan dan komentar di media sosial. Mereka seakan menjadi pemain profesional yang berlaga di lapangan hijau. Mereka mencemooh gaya permainan salah satu pesepak bola yang hasilnya tidak selaras dengan harapan.
Sumpah seranah berwujud kata-kata kasar sering keluar dari mulut mereka saat tendangan pemain idolanya melenceng atau membentur tiang gawang. Kekecewaan tersebut diekspresikan dengan berteriak sambil memaki manakala umpan bola yang semestinya dapat bersarang dengan mulus di dalam gawang dapat digagalkan pemain lawan.
Harapan penonton
Pada konteks ini, penonton yang menonton laga sepak bola Piala Dunia, sama sebangun dengan penonton yang sedang menonton kinerja Presiden Jokowi, beserta rombongan para menteri pembantu presiden.
Sebagai penonton yang hidup di era budaya layar, mereka menginginkan aspirasi dan keinginannya dapat terwujud sempurna. Kenyataannya jauh panggang dari api. Artinya, berdasarkan realitas sosial, program kerja Kabinet Kerja yang digawangi para menteri kurang berkenan di hati penonton Presiden Jokowi.
Mereka menginginkan Jokowi menjadi tokoh superhero yang dalam waktu sesingkat-singkatnya mengejawantahkan keinginan para penonton itu. Mereka menjadi tidak sabar melihat gerak langkah pemerintahan Jokowi yang terkesan lambat. Mereka mengibaratkan stamina kerja Kabinet Kerja di bawah komando Presiden Jokowi bagaikan batu baterai kekurangan setrum. Padahal, dukungan setrum dari para penonton (baca: dukungan rakyat) sudah tidak diragukan lagi.
Di sisi lainnya, para penonton Jokowi berharap Presiden Jokowi menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok dengan harga stabil dan terjangkau. Mereka mengharapkan fasilitas kesehatan bagi rakyat miskin benar-benar diselenggarakan, bukan sekadar diwacanakan dalam bentuk seremonial kenegaraan.