Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegetiran Habibie Mengenang Runtuhnya Industri Penerbangan Indonesia

Kompas.com - 25/05/2015, 05:28 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie tak pernah lupa akan pemecatan besar-besaran karyawan PT Dirgantara Indonesia, industri penerbangan negeri ini yang dibangun olehnya. Habibie merasa ikut andil dalam perginya ilmuwan-ilmuwan top Indonesia ke luar negeri akibat dari pemecatan itu.

Suara Habibie terasa getir saat mengenang peristiwa yang terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1996-1998 itu. Kepada wartawan dan para puluhan peneliti Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang berkumpul di kediamannya, Habibie merasa telah membunuh "anak" yang telah dilahirkan, dibesarkan, dan kemudian terpaksa harus hengkang jauh darinya.

Dia mengatakan, awalnya industri penerbangan Tanah Air dia rintis hanya dengan 20 orang pekerja dalam Institut Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Kemudian, industri penerbangan berjaya dan berhasil mempekerjakan sekitar 48.000 orang.

Mereka yang bekerja di IPTN adalah orang-orang pilihan Indonesia yang disekolahkan pemerintah untuk bisa melanjutkan jenjang S-1 hingga S-3 di luar negeri. Putra-putri Tanah Air itu kembali ke Indonesia dan bergabung bersama Habibie untuk merakit pesawat-pesawat udara buatan asli bangsa ini.

Namun, masa-masa indah itu berubah drastis. Habibie yang lama menjadi menteri riset dan teknologi kemudian menjadi wakil presiden. Meski menjadi wapres, Habibie rupanya harus menelan pil pahit. Dia harus mengalah dengan keputusan presiden yang menutup IPTN pada masa krisis.

Presiden Soeharto memutuskan menerima bantuan International Monetary Fund (IMF) dengan syarat menghentikan proyek pengerjaan pesawat N250 yang menjadi kebanggaan Habibie.

"Saya serahkan 48.000 orang dan saya serahkan semua itu untuk membuat apakah kereta api, pesawat terbang, apa senjata. Total turn over 10 juta dollar AS, tapi karena reformasi diimbau oleh IMF, kita ramai-ramai membunuhnya. Di kacamata saya, itu kriminal," ujar Habibie dengan emosional.

Suami dari Hasri Ainun Besari itu menganalogikan dimatikannya industri strategis Indonesia sama dengan membunuh anak sendiri. Apabila sang anak sakit, seharusnya disembuhkan hingga bangkit kembali.

"Padahal, Anda tahu di situlah tempat manusia-manusia unggul di mana mereka membuat produk yang dibutuhkan banyak orang," tutur Habibie.

Pria yang merintis kariernya dari awal sebagai peneliti hingga bisa mendapat posisi tinggi di perusahaan pesawat terbang Jerman itu sempat membuat jeda saat berbicara. "Anda tahu, saya sempat protes industri strategis ditukarkan. Tapi, tidak ada yang mendengar," ceritanya.

Kegetiran Habibie semakin menjadi manakala 16.000 orang yang dipecat ketika itu mendatanginya. Mereka yang tak lagi memiliki pekerjaan merasa kebingungan harus mencari nafkah dari mana. Habibie pun hanya bisa merelakan mereka untuk mencari pekerjaan di luar negeri yang juga sedang gencar memproduksi industri strategisnya.

Alhasil, para ahli Indonesia "hijrah" dan bekerja di perusahaan asing, seperti Boeing dan Airbus. Mereka juga bekerja di Thailand, Brasil, dan Turki.

"Saya katakan, carilah pekerjaan. Mereka harus bekerja supaya tidak berhenti dari proses unggul ini supaya tidak tertinggal. Tunggulah sampai mereka pulang," kata Habibie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com