JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat masih mempermasalahkan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyalahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait persoalan pembubaran Petral dan pemberantasan mafia migas.
Anggota Fraksi Partai Demokrat Willem Wandik mengatakan, Sudirman Said tidak menggambarkan sikap seorang penyelenggara negara yang bertanggung-jawab. Justru sebaliknya Sudirman dianggap memperkeruh suasana dan melempar wacana yang menimbulkan fitnah dan pencemaran nama baik.
"Seharunya sebagai seorang menteri yang memegang otoritas di sektor migas lebih mengutamakan kinerja dan fokus menemukan solusi konkret untuk menuntaskan persoalan mafia migas yang telah lama menjadi masalah nasional," kata Willem di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Willem juga menyarankan, seharusnya pembantu presiden menuntaskan persoalan mafia migas, bukan membuat kegaduhan. Padahal Presiden Jokowi sudah berupaya membentuk unit khusus yang fokus mengkaji persoalan mafia migas, yang didalamnya termasuk melibatkan pihak Kementerian ESDM.
Akan tetapi, sebaliknya, Menteri ESDM tidak bekerja tidak sesuai dengan harapan Presiden dan antiklimaks dengan harapan publik.
“Yang ada seolah-olah mencari alasan pembenaran dan tidak mau disalahkan oleh publik. Pihak Kementerian ESDM justru sibuk mencari-cari alibi atas kegagalan menertibkan sektor migas yang telah lama menjadi diobyekan para mafia migas nasional maupun internasional,” ucap Anggota Komisi V DPR ini.
Menurut Willem, kinerja Menteri ESDM saat ini masih dipertanyakan, di antaranya masalah mafia migas yang sampai hari ini masih menjadi polemik terkait kinerja tugas, pokok dan fungsinya. Pembubaran Petral diyakini tidak akan semerta-merta menghapus mafia migas.
Persoalan lainnya yang masih menuai polemik diantaranya persoalan pembangunan smelter PT Freeport yang seharusnya berpihak pada pembangunan di Papua, yang merupakan daerah penghasil tambang.
“Para pembantu Presiden di jajaran Kabinet Kerja saat ini, termasuk para Menteri tidak terkecuali Menteri ESDM, terlihat gagap dan tidak mampu menterjemahkan pikiran-pikiran Presiden. Sehingga sejumlah sasaran penuntasan persoalan berbangsa dan bernegara mendapatkan treatment yang keliru, dan terkesan mengalami sub-ordinasi,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.