Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Sudah Dibatalkan MK, Frasa Empat Pilar Kebangsaan Jangan Digunakan Lagi

Kompas.com - 18/05/2015, 05:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie kembali menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" sehingga perlu menjadi perhatian semua pihak.

"Jadi saya harapkan putusan MK tentang pembatalan frasa empat pilar harus kita jadikan pegangan," kata Jimly Asshiddiqie yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Minggu (17/5/2015).

Dengan demikian, kata dia, tidak perlu ada perdebatan lagi mengenai frasa empat pilar. Dia juga menyarankan agar MPR tidak lagi menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Pancasila jangan lagi ditempatkan sebagai salah satu pilar kehidupan berbangsa bernegara. Karena Pancasila adalah filosofi berbangsa, dasar negara. Saran saya, kegiatan sosialisasi diganti saja dengan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat dan pengkajian. Karena sosialisasi itu kegiatan eksekutif atau pemerintah," katanya.

Dia menambahkan, dengan penyebutan sebagai pilar, seolah-olah dianggap setara dengan yang lain dan pada akhirnya menimbulkan salah paham di masyarakat.

Seharusnya, kata dia, MPR menghormati putusan MK dalam Amar Putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 yang membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik terkait Pancasila pilar kebangsaan.

Sebelumnya, pada acara "Membumikan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara; Pascaputusan MK", yang diselenggarakan Lembaga Pelatihan dan Kajian Ulul Albab Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Jimly mengatakan, program sosialisasi empat pilar yang dilakukan oleh MPR harus mempertimbangkan putusan MK dan sebaiknya tidak diteruskan.

Sementara itu, pengamat hukum tata negara Refly Harun mengatakan, era reformasi yang dimulai pada tahun 1998 seharusnya menjadi era untuk menemukan kembali tafsir Pancasila yang benar sesuai prinsip demokrasi.

"Teks Pancasila sebagai ideologi negara tetap sama sejak 1945, tetapi tafsirnya harus senantiasa kontekstual, sesuai dengan jiwa dan spirit demokrasi yang berkembang, baik di Indonesia maupun di belahan negara lain di dunia," katanya.

Demokrasi dan Pancasila, kata dia, tidak bisa dipisahkan karena tanpa demokrasi, Pancasila tak mungkin bertahan sebagai ideologi bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com