Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Harus Bersikap jika Puan dan Tjahjo Terbukti Rangkap Jabatan DPR

Kompas.com - 15/05/2015, 11:43 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia, Said Salahuddin, mengatakan, Presiden Joko Widodo harus memberhentikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani. Hal itu harus dilakukan jika keduanya terbukti belum mengundurkan diri sebagai anggota DPR.

"Puan dan Tjahjo diduga kuat memang melakukan praktik rangkap jabatan, masih menerima hak-hak keuangan sebagai anggota DPR, dan melanggar undang-undang," kata Said, di Jakarta, Jumat (15/5/2015).

Menurut dia, ada tiga alasan yang menjadi dasar pemberhentian seorang anggota Dewan, yakni meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan. Jika memilih untuk mengundurkan diri, anggota DPR itu harus membuktikan dengan surat pengunduran diri.

"Bukti itu selanjutnya menjadi dasar bagi partai untuk mengusulkan pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPR," ujarnya.

Setelah surat diterima, pimpinan DPR meneruskan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebelum diteruskan lagi kepada Presiden. Hal tersebut merupakan prosedur ketatanegaraan yang harus dipenuhi oleh anggota DPR jika ingin mengundurkan diri.

"Pertanyaannya, apakah Puan dan Tjahjo pernah mengajukan surat pengunduran diri sebagai anggota DPR kepada partainya, lalu PDI-P mengusulkan pemberhentian keduanya kepada pimpinan DPR?" kata dia.

Said mengingatkan agar Presiden juga mematuhi ketentuan UU tersebut.

"Sebab, ketentuan agar Presiden memberhentikan menteri yang melanggar larangan rangkap jabatan bersifat imperatif, bukan fakultatif," kata dia.

Sebelumnya, Tjahjo menyatakan bahwa dirinya telah mengajukan surat pengunduran diri kepada pimpinan DPR. Surat tersebut diserahkan setelah dilantik sebagai Mendagri oleh Presiden Jokowi.

Sementara itu, Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengakui, partainya belum mengajukan pengganti antarwaktu untuk Puan Maharani dan Tjahjo Kumolo sebagai anggota DPR. Alasannya, penggantian antarwaktu tidak bisa dilakukan dengan mudah.

"Partai harus menyiapkan diri dulu," kata Hasto, saat dihubungi, Rabu (13/5/2015).

Hasto menjelaskan, Puan yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Tengah V itu seharusnya digantikan dengan calon lain yang mendapat suara terbanyak di dapilnya, yakni Darmawan Prasodjo. Namun, Darmawan sudah ditunjuk sebagai staf kantor deputi kepresidenan.

Adapun Tjahjo, kata dia, akan digantikan oleh Tuti N Roosdiono. Namun, masih ada beberapa tahapan yang harus dilewati sehingga Tuti belum resmi tercatat sebagai anggota DPR yang menggantikan Tjahjo.

"Prinsipnya setelah kongres kami melakukan konsolidasi diri dan menyiapkan segala sesuatunya," kata Hasto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com