JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta Muhammad Bihar Sakti Wibowo mengajukan diri menjadi justice collaborator atau bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya. Kuasa hukum Bihar, Tito Hananta Kusuma mengatakan, kliennya ingin mengungkapkan bahwa ada oknum di Bappebti yang semestinya juga dijerat oleh KPK.
"Dalam kasus ini, Pak Sakti memohon mengajukan permohonan sebagai justice collaborator karena beliau ingin mengungkap ada oknum Bappebti yang belum disentuh oleh KPK," ujar Tito di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/5/2015). Tito mengatakan, orang tersebut merupakan petinggi di Bappebti. Namun, ia tidak mau mengungkap identitas orang tersebut. Ia hanya menerangkan bahwa orang tersebut pernah diperiksa oleh KPK terkait kasus tersebut.
"Pernah diperiksa oleh KPK tapi tidak dijadikan tersangka. Ini yang membuat kita heran," kata Tito.
Menurut Tito, kliennya telah memberikan sejumlah informasi mengenai peran orang tersebut dalam kasus ini ke KPK dan meminta penyidik untuk menjadikan orang tersebut sebagai tersangka. Mengenai bukti-bukti yang menguatkan keterangan Bihar, Tito mengatakan bahwa pihaknya akan mengungkapnya di persidangan.
Selain itu, dengan tindakan Bihar yang dianggapnya kooperatif tersebut akan terlihat bagaimana KPK memperlakukan seorang justice collaborator. "Kalau seorang JC diperlakukan sama seperti tersangka lainnya, tidak mendapatkan keringanan apapun, orang tidak mau jadi JC," kata Tito.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Selain Bihar, KPK juga menjerat dua pemegang saham PT BBJ yaitu Sherman Rana Krisna dan Hassan Widjaja sebagai tersangka. Berkas perkara Bihar dan Sherman telah dilimpahkan ke tingkat penuntutan, sementara itu hingga kini Hassan belum ditahan KPK. Ketiga tersangka diduga memberi suap kepada Syahrul Sampurnajaya sebagai Kepala Bappebti saat itu sebesar Rp 7 miliar.
Pemberian suap dimaksudkan agar Syahrul membantu proses pemberian izin usaha kembaga kliring berjangka kepada PT Indokliring Internasional. Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait penanganan perkara yang menjerat Syahrul. Aksi suap tersebut telah terungkap dalam dakwaan Syahrul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Syahrul telah divonis 8 tahun penjara. Ketiga tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.