Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hentikan Penempatan TKI Informal di Timteng, Program Pemberdayaan Disiapkan

Kompas.com - 04/05/2015, 17:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Ketenagakerjaan menyiapkan program-program peningkatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah kantong TKI, pascapenghentian pengiriman TKI informal ke negara-negara Timur Tengah.

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menandatangani Keputusan Menteri Ketenagakerjaan tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah itu di Jakarta, Senin (5/4/2015).
Selain itu, Hanif mengatakan, pemerintah akan terus meningkatkan peluang kerja di dalam negeri dan mendukung pemberian insentif pada industri padat karya serta menyusun sistem pengupahan bagi pekerja sebagai langkah antisipasi.

"Kita juga memberikan insentif pelatihan kewirausahaan di kantong TKI agar nantinya mereka bisa bekerja secara mandiri dengan berbagai tingkat usaha. Ini dimaksudkan agar para pencari kerja sedapat mungkin tetap bekerja di dalam negeri," kata Hanif.

Pemerintah memutuskan untuk menghentikan pengiriman TKI sektor domestik ke 21 negara Timur Tengah akibat kurangnya perlindungan bagi TKI di sektor tersebut. Apalagi, ditambah dengan budaya setempat yang semakin mempersulit tindakan perlindungan tersebut.

"Sesuai dengan UU nomor 39 tahun 2004, Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengatur penempatan TKI ke luar negeri agar mereka lebih sejahtera dan terlindungi. Pemerintah juga dapat menutup penempatan ke negara tertentu jika pekerjaan tersebut dinilai membawa mudarat dan bahkan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan martabat bangsa," ujar Hanif.

Pelarangan penempatan TKI pada pengguna perseorangan itu berlaku untuk seluruh negara Timur Tengah, yaitu Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman dan Yordania.

Pemerintah juga akan menggeser calon TKI ke Timur Tengah untuk bekerja di sektor formal berdasarkan kemampuan dan kompetensi yang dimilikinya. "PPTKIS kita yang selama ini bergerak di sektor rumah tangga agar bisa bergeser ke negara Asia Pasifik. Pelatihan di BLK harus lebih baik dan kerja sama dengan agen juga diarahkan ke sektor formal," kata Hanif.

Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan memberikan masa transisi tiga bulan kepada para calon TKI yang telah mendaftar untuk penempatan di negara-negara Timur Tengah untuk menyelesaikan proses tersebut.

"Para TKI yang sudah direkrut dan diproses, kita kasih masa transisi selama tiga bulan. Ada sekitar 4.700 TKI yang saat ini sedang berproses untuk bekerja ke Timur Tengah. Ini yang terakhir dan tidak boleh ada lagi pengiriman," ujar Hanif di Jakarta, Senin.

Sedangkan para TKI yang masih terikat kontrak di negara Timur Tengah masih diperbolehkan menghabiskan kontraknya, TKI yang ingin memperpanjang kontrak dapat memperpanjang sesuai prosedur dan bagi TKI yang mau pulang dapat pulang secara mandiri.

Namun, setelah pemberhentian diberlakukan maka pengiriman dan penempatan TKI PRT ke 21 negara Timur Tengah tersebut adalah terlarang dan masuk kategori tindak pidana perdagangan orang (trafficking).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com