DEPOK, KOMPAS.com — Kuasa hukum Novel Baswedan, Muhammad Isnur, mempertanyakan salah satu dasar penangkapan kliennya pada Jumat (1/5/2015) dini hari. Diketahui, salah satu dasar penangkapan adalah Surat Perintah Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso.
"Masa dasar penangkapan Novel Baswedan atas perintah Kabareskrim sih? Mana ada itu?" ujar dia saat berbincang dengan Kompas.com di luar Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jumat siang.
Isnur mengatakan, Pasal 21 KUHAP menyebut bahwa perintah penahanan bisa dilakukan jika yang bersangkutan dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana. Isnur memastikan bahwa Novel sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur tersebut.
"Melarikan diri bagaimana? Wong dia masih bertugas di KPK kok. Mau menghilangkan barang bukti dari mana juga? Orang kasusnya saja sudah dari tahun 2004. Penangkapan dan penahanan ini subyektif sekali," ujar dia.
Independensi dipertanyakan
Isnur mengatakan bahwa penyidik seharusnya independen. Penyidik seharusnya hanya taat pada prosedur dan hukum acara yang berlaku. Kredibilitas penyidik pun dipertaruhkan jika keputusan proses hukum seseorang hanya didasarkan pada pimpinan.
Kuasa hukum pun meminta penyidik Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri tidak menahan Novel atau segera melepaskannya. Saat ini, para pimpinan KPK telah mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan ke penyidik Bareskrim Polri.
Kasus Novel
Novel ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Polri di rumahnya, Jumat (1/5/2015) dini hari. Surat perintah penangkapan Novel dengan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum memerintahkan untuk membawa Novel Baswedan ke kantor polisi.
Surat tersebut memerintahkan untuk segera dilakukan pemeriksaan karena diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 422 KUHP jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung, Kota Bengkulu, tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.
Surat tertanggal 24 April 2015 itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum selaku penyidik, Brigadir Jenderal (Pol) Herry Prastowo. Sementara yang menyerahkan surat adalah AKBP Agus Prasetyono dengan diketahui oleh Ketua RT 003 Wisnu B dan ditandatangani pada Jumat, 1 Mei 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.