JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang obyek praperadilan dengan menambah penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk sebagai obyek praperadilan.
Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, kemungkinan gelombang praperadilan yang diajukan tersangka akan lebih banyak dari sebelumnya.
"Tentu kami prediksi makin banyak praperadilan yang diajukan, tidak hanya ke KPK, tetapi juga ke penegak hukum lain," ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Menurut Johan, KPK tidak terlalu mengkhawatirkan adanya perluasan obyek praperadilan karena sebelumnya sudah terbiasa menghadapi gugatan praperadilan dari para tersangka. Ia meyakini bahwa para hakim akan memutuskan perkara secara independen dan berdasarkan fakta-fakta yang dihadirkan dalam persidangan.
"Sejak awal meyakini hakim itu bisa berbeda memutuskan praperadilan meski obyeknya sama mengenai penetapan tersangka. Alasan penggugatan pentapan tersangka kan juga berbeda-beda," kata Johan.
Dengan demikian, KPK akan memperkuat personel di Biro Hukum untuk mengantisipasi gelombang praperadilan yang lebih besar. Johan mengakui bahwa anggota Biro Hukum KPK yang hanya terdiri dari 11 orang masih jauh dari ideal.
"Ada yang sudah di BKO-kan dari Direktorat Penuntutan ditaruh di Biro Hukum. Nanti apakah ditambah, akan dibicarakan," kata Johan.
Sebelum adanya putusan MK, KPK harus menghadapi gugatan para tersangka pasca-putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan. Sarpin memutuskan penetapan tersangka termasuk obyek praperadilan.
Dampaknya, para tersangka lain ikut mengajukan gugatan praperadilan. Namun, gugatan mereka ditolak hakim.
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya memperluas kewenangan lembaga tersebut dengan memasukkan penggeledahan dan penyitaan sebagai obyek praperadilan. Putusan itu atas uji materi yang diajukan Bachtiar Abdul Fatah, karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Pasal 77 Huruf KUHAP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai praperadilan dapat memeriksa ketiga tindakan penyidik tersebut.
Dalam putusan tersebut, tiga hakim konstitusi, yakni I Dewa Gede Palguna, Muhammad Alim, dan Aswanto mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Ketiganya berpendapat, MK seharusnya menolak permohonan Bachtiar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.