Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meutya Hafid: Ke Mana PBB Saat TKI Dihukum Mati?

Kompas.com - 26/04/2015, 21:08 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen Meutya Hafid menganggap pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon yang mengecam bahwa hukuman mati yang diterapkan Indonesia sangat tidak bijak.

Meutya pun mempertanyakan standar ganda yang diterapkan lembaga itu terhadap Indonesia. "Jika Sekjen PBB melarang hukuman mati, saya mempertanyakan di manakah pembelaan Sekjen PBB saat TKI asal Indonesia, Siti Zaenab, dihukum mati pada 14 April lalu oleh Arab Saudi? Di manakah pembelaan Sekjen PBB terhadap 37 tenaga kerja Indonesia yang akan dihukum mati oleh Arab Saudi?" tanya Meutya dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (26/4/2015).

Politisi Partai Golkar itu pun mencurigai bahwa PBB hanya membela kepentingan negara besar saat mengecam hukuman mati. Dia menilai, pernyataan Ban Ki-moon itu tidak bijak dengan mengungkap bahwa narkoba bukan kejahatan serius.

"Bahkan Sekjen PBB mengintervensi Pemerintah Indonesia agar membatalkan hukuman mati bagi para terdakwa yang tersangkut narkoba," sebutnya.

Padahal, Muetya mengungkapkan, saat ini Indonesia merupakan pasar narkoba yang sangat besar. Jumlah pencandu narkoba di Indonesia sudah mencapai 3,9 juta orang, dan nilai transaksi perdagangan narkoba Rp 48 triliun per tahun.

Setiap hari, 50 orang Indonesia meninggal, dan tiap tahun, 18.000 orang Indonesia meninggal akibat narkoba. Sementara itu, sekitar 4,5 juta warga negara Indonesia masih direhabilitasi juga akibat narkoba.  

"Narkoba di Indonesia sudah pada level sangat berbahaya. Kejahatan narkoba merupakan salah satu kejahatan luar biasa sehingga pelakunya layak dihukum mati," ujar mantan wartawan ini.  

Sebelumnya, seperti dilansir kantor berita AFP, Minggu (26/4/2015), Sekjen PBB melalui juru bicaranya mengatakan, eksekusi mati berdasarkan ketentuan hukum internasional hanya dapat diberikan bagi pihak yang melakukan kejahatan serius, seperti mencabut banyak nyawa orang sekaligus. Sementara itu, narkoba tidak termasuk kategori itu.

Berdasarkan hukum internasional, hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan yang sifatnya paling serius, seperti pembunuhan secara disengaja. Sementara itu, pelanggaran terkait obat umumnya tidak termasuk kategori "kejahatan paling serius".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com