Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Hakim Sarpin Dinilai Sarat Kepentingan Politik

Kompas.com - 24/04/2015, 09:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Program Pascasarjana Interdisiplin Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto menilai, putusan Hakim Sarpin dalam sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan kental dengan unsur politis. Ia mengatakan, hakim memang dituntut untuk membuat terobosan hukum dalam putusannya, tetapi putusan Sarpin dinilai mendobrak esensi terobosan tersebut.

"Sayangnya, putusan Hakim Sarpin untuk membuat terobosan sarat dengan kepentingan politik," ujar Sulistyowati melalui sambungan telepon dalam diskusi di Jakarta, Kamis (23/4/2015) malam.

Sulistyowati mengatakan, seharusnya terobosan hukum oleh hakim ditujukan demi memberi rasa keadilan dengan segala pertimbangannya. Namun, menurut dia, putusan Sarpin yang mengabulkan gugatan Budi atas penetapan tersangka tidak memenuhi tujuan keadilan tersebut.

"Dalam hal ini, Sarpin justru buat terobosan untuk kepentingan politik. Artinya, tidak memberi pelajaran bagus bagi mahasiswa, praktisi, dan ahli hukum," kata Sulistyowati.

Sulistyowati mengatakan, hakim diibaratkan sebagai wakil Tuhan di dunia untuk menjaga keadilan, dan tidak boleh melakukan kesalahan. Dengan demikian, keputusan apa pun yang dikeluarkan hakim harus dipertanggungjawabkan kepada publik dan Tuhan. Ia mengingatkan Hakim Sarpin dan para hakim lainnya untuk tidak bermain-main dalam melahirkan putusan.

"Tentu hakim membaca berbagai literatur, melihat realitas di masyarakat sehingga keputusannya tidak bertentangan dengan publik. Kepastian hukum harus didasari kepentingan publik dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Sulistyowati.

Budi Gunawan sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Dalam putusannya, Hakim Sarpin menganggap penetapan tersangka termasuk dalam obyek praperadilan. Ia menilai KPK tidak berwenang mengusut kasus Budi. Padahal, berdasarkan Pasal 77 juncto Pasal 82 huruf b juncto Pasal ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kewenangan lembaga praperadilan hanya meliputi penanganan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Dalam hal ini, penetapan tersangka tidak termasuk dalam obyek praperadilan. Dampaknya, KPK melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan. Namun, Kejaksaan kemudian melimpahkan penyelidikan kasus Budi ke Polri dengan alasan bahwa Bareskrim Polri pernah menangani penyelidikan kasus dugaan rekening gendut Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com