"Jangan salahkan Menkumham. Ini masalah internal partai yang sedang berkonflik. Negara dengan kekuatannya sudah berusaha agar kedua kubu di Partai Golkar untuk rujuk karena itu jalan keluar yang lebih bermartabat. Tetapi, keduanya ingin penyelesaian di pengadilan," kata Jimly di Jakarta, Minggu (19/4/2015), seperti dikutip Antara.
Menurut Jimly, semua orang, terutama pihak yang sedang bertikai, akan berkata sesuai persepsi mereka masing-masing. Karena itu, biarkan pengadilan yang memutuskannya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lebih jauh mengatakan, karena konflik Partai Golkar sudah di ranah hukum, tunggu saja sampai ada keputusan tetap.
Pihak yang bertikai bisa mendesak PTUN untuk mempercepat mengeluarkan keputusan. Namun, tentu keputusan PTUN juga tidak akan bisa memuaskan pihak yang kalah. Maka, akan ada banding, lalu kasasi.
"Intinya akan lama juga," katanya.
Karena itu, lanjut Jimly, biarlah orang yang berkonflik menikmati konfliknya.
"Jangan ganggu mereka. Biarkan mereka menikmati konfliknya, melampiaskan seluruh urat nadi kekuasaan menurut persepsi diri mereka sendiri," katanya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Kementerian Hukum dan HAM, banyak pertanyaan yang diajukan kepada Yasonna.
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, majelis Mahkamah Partai Golkar tidak pernah memutuskan memenangkan pengurus hasil Munas Jakarta.
"Tolong ditunjukkan karena saya tidak menemukan satu kalimat pun dari putusan Mahkamah Partai yang mengakui pengurus Munas Ancol ataupun Munas Bali," kata Aziz di Ruang Rapat Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015) malam.
Menjawab pertanyaan itu, Yasonna mengatakan bahwa SK terkait kepengurusan Agung Laksono diterbitkan berdasarkan fakta yuridis yang dipahaminya.
Menurut Yasonna, Mahkamah Partai telah memutuskan memenangkan kubu Agung Laksono berikut memberikan empat rekomendasi, yakni menghindari pihak yang menang menguasai penuh, merehabilitasi kader yang dipecat, membuat kepengurusan bersama, dan kubu yang kalah tidak membentuk partai baru.
"Ada juga perbedaan cara melihat barangkali. Majelis tidak mencapai kesepahaman itu benar, tapi bukan berarti tidak tercapai keputusan. Karena sekarang sudah berlanjut di pengadilan, mari kita lanjutkan di pengadilan," ujar Yasonna.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.