JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum dua terpidana mati anggota jaringan narkotika "Bali Nine", Todung Mulya Lubis, meminta kepada Kejaksaan Agung untuk menunda pelaksanaan eksekusi mati. Ia beralasan bahwa saat ini sedang ada proses hukum berupa permohonan uji materi yang dilakukan kedua terpidana.
"Kami meminta agar pemerintah menghargai proses hukum ini. Terserah pemerintah mau mengabaikan atau tidak. Tetapi, kami dengan ini meminta agar pemerintah mau menunda eksekusi mati," ujar Todung dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Todung mengatakan, permintaannya tersebut dikarenakan adanya pernyataan Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Tony T Spontana, yang mengatakan bahwa tanggal eksekusi telah ditetapkan, dan dilaksanakan setelah Konferensi Asia-Afrika selesai digelar.
Menurut Todung, jika mengabaikan proses uji materi yang sedang dimohonkan kedua terpidana, pemerintah akan dikritik oleh banyak pihak di dalam dan luar negeri. Menurut dia, Indonesia akan dianggap sebagai negara yang tidak menghormati proses hukum.
"Kita harus bangun budaya menghormati hak hidup. Ini untuk semua terpidana, termasuk WNI yang menjadi terpidana mati di luar negeri," kata Todung.
Duo "Bali Nine" yang baru saja ditolak gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, masih berupaya mencari cara lain untuk lolos dari eksekusi mati. Pada Kamis (10/4/2015), pengacara kedua terpidana mati itu mendaftarkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka menggugat Pasal 11 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi, serta Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK. Permohonan tersebut diajukan oleh terpidana mati Bali Nine, bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti KontraS, Imparsial dan Inisiator Muda.
Pada intinya, kedua terpidana meminta agar penolakan permohonan grasi yang dilakukan Presiden, disertai alasan yang kuat. Leonard Arpan Aritonang, yang juga sebagai kuasa hukum Andrew dan Myuran mengatakan, uji materi yang telah diajukan adalah upaya agar negara melakukan evaluasi terhadap sistem grasi. Hal itu karena banyak indikasi yang menunjukan keputusan penolakan grasi tidak diambil secara proposional dan manusiawi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.