"Waktu itu saya mendorong dan tentu memimpin pelaksanaannya. Itu pertama harus dengan pembebasan lahan di tempat itu," kata Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat (10/4/2015).
Ia mengaku memerintahkan Yance yang ketika itu menjabat Bupati Indramayu untuk mempercepat proses pembebasan lahan. Menurut Kalla, pembebasan lahan PLTU Sumuradem tergolong cepat dibandingkan PLTU lainnya. Kalla bahkan menyebut langkah Yance yang cepat membebaskan lahan terkait pembangunan pembangkit listrik bertenaga 600 megawatt itu menguntungkan negara.
"Karena lahan itu hanya kurang lebih Rp 43 miliar, sedangkan biaya listrik itu Rp 10 triliun untuk pembangunan, dan itu selesai dengan cepat berarti justru sangat menguntungkan negara dibanding daerah yang sampai sekarang dua tahun tidak selesai lahannya kayak di Batang," sambung Kalla.
Atas dasar itu, Kalla merasa perlu hadir dalam persidangan sebagai saksi meringankan Yance untuk menjelaskan program pembebasan lahan tersebut. "Karena dia dianggap bersalah dalam hal pembebasan itu dan itu keputusan pemerintah Keppres lagi, maka tentu saya harus memberikan kesaksian apa isi bahwa benar itu adalah pemerintah dan keputusan pemerintah," ujar dia.
Mengenai indikasi penggelembungan harga lahan yang diduga dilakukan Yance dalam pelaksanaanya, Kalla mengatakan bahwa masalah itu merupakan urusan pengadilan.
Yance didakwa melakukan penggelembungan ganti rugi tanah menjadi Rp 57.850/meter persegi. Sedangkan harga nilai jual obyek pajak milik PT Wiharta Karya Agung hanya sebesar Rp 14.000/meter persegi. Akibat perbuatannya, negara diduga merugi Rp 4,1 miliar. Yance didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 dan 3 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya adalah 20 tahun penjara.