"Kalau tetapkan seseorang sebagai tersangka, harus segera limpahkan ke penuntutan secara cepat," ujar Yahya, saat bersaksi dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (10/4/2015).
Yahya mengatakan, larangan penundaan itu diatur pada Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa setiap tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Selain itu, tersangka juga berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.
"Limpahkan pengadilan secara cepat dan pengadilan memeriksa dan memutus sesuai aturan," kata dia.
KPK menetapkan Suroso sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar, tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005, pada tahun 2011. Namun, empat tahun setelah penyidikan berjalan, KPK baru menahan Suroso pada Februari 2015 lalu. Ia dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain Suroso, KPK juga menetapkan Direktur PT Sugih Interjaya Willy Sebastian Liem. Saat ini keduanya ditahan secara terpisah. Willy ditahan di rumah tahanan KPK cabang Guntur dan Suroso ditahan di rumah tahanan Klas I Cipinang. Kasus dugaan suap pada pengadaan TEL di Pertamina diduga melibatkan Innospec. PT Soegih Interjaya merupakan mitra kerja Innospec di Indonesia. Perusahaan asal Inggris itu dinyatakan bersalah di pengadilan Southwark, Crown, Ingris pada 26 Maret 2010 sehingga dikenakan denda 12,7 juta dollar Amerika Serikat.
Dalam fakta persidangan terungkap bahwa sejak 2000 hingga 2005, Innospec melalui PT Soegih Indrajaya menyuap dua mantan pejabat di Indonesia, yakni Suroso dan mantan Dirjen Minyak dan Gas, Rahmat Sudibyo.
Suap tersebut dilakukan agar TEL tetap digunakan dalam bensin produksi Pertamina. Padahal, penggunaan bahan bakar bensin bertimbal itu tidak diperbolehkan lagi di Eropa dan Amerika Serikat karena dianggap membahayakan kesehatan dan lingkungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.