"Tersangka ditetapkan di penyidikan, bukan di penyelidikan. Atas dasar apa ditetapkan tersangka di penyelidikan?" kata Chairul, saat memberikan pendapat dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/4/2015).
Pendapat itu disampaikannya untuk menjawab pertanyaan dari pengacara Suroso, Tommy Sihotang, mengenai mekanisme penetapan seseorang sebagai tersangka. Namun, jawaban Chairul itu justru memicu pertanyaan dari hakim tunggal yang memimpin sidang, Riyadi Sunindyo.
"Bagaimana kalau penetapannya di akhir penyelidikan?" tanya Riyadi.
"Tidak ada beda. Yang pasti di tahap penyelidikan tidak bisa," kata Chairul.
"Jika ada saksi dan dokumen-dokumen yang dianggap penyelidik sebagai alat bukti, kemudian masuk proses penyidikan, bahan itu berubah wujud menjadi alat bukti, itu yang kemudian dijadikan sebagai tahap untuk menetapkan tersangka bagaimana?" tanya hakim.
"Itu (pengumpulan alat bukti) ada proses kan. Calon alat bukti kan diubah formatnya, saksi dipanggil kembali, jadi tidak bisa di awal penyidikan juga," jawab Chairul.
Chairul menambahkan, sebelum penetapan tersangka, penyidik harus mengumpulkan bukti yang cukup di tahap penyidikan. Sementara, keterangan yang diperoleh penyelidik pada saat penyelidikan bukan merupakan alat bukti, melainkan hanya bahan keterangan.
Lebih lanjut, ia mengatakan, untuk meningkatkan status keterangan yang diperoleh dari penyelidikan, penyidik harus kembali memanggil pihak-pihak yang sebelumnya dipanggil saat penyelidikan. Keterangan yang diperoleh penyidik dari saksi yang dipanggil dapat dijadikan sebagai alat bukti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.