Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadi Poernomo Siap Lawan KPK dalam Sidang Praperadilan

Kompas.com - 30/03/2015, 06:40 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo, Yanuar Wasesa, mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan materi gugatan praperadilan dengan baik untuk menghadapi sidang perdana yang digelar pada hari ini, Senin (30/3/2015), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hadi mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK.

"Materi semua sudah siap," ujar Yanuar melalui pesan singkat, Senin pagi.

Yanuar mengatakan, pihaknya menilai, penetapan Hadi sebagai tersangka bertentangan dengan hukum karena ia belum pernah diperiksa setelah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, begitu diperiksa sebagai tersangka, Hadi langsung ditahan KPK.

"Dengan praperadilan ini masyarakat jadi tahu kalau penetapan pak HP sebagai tersangka dilakukan dengan cara melawan hukum," kata Yanuar.

Yanuar mengatakan, pemeriksaan terhadap Hadi baru dilakukan KPK ketika masyarakat mulai mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut. Menurut dia, KPK telah mempermainkan hidup Hadi dan keluarganya.

"Si BW (Bambang Widjojanto) dan si AS (Abraham Samad) sudah gembar-gembor untuk sesuatu yang tidak jelas terkait kasus Kak HP," kata dia.

Sebelumnya, Yanuar menilai KPK tidak berwenang menyelidiki kewenangan Hadi sebagai Dirjen Pajak dalam menerima atau menolak keberatan wajib pajak. Hal tersebut, kata Yanuar, diatur dalam Pasal 25 dan 26 UU Nomor 99 Tahun 1994 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KPP).

"Jadi, Dirjen Pajak punya kewenangan yang diberikan oleh UU Pajak untuk memeriksa permohonan keberatan wajib pajak," kata Yanuar.

Lagi pula, menurut Yanuar, putusan menerima keberatan pajak PT BCA tahun 1999 bukan ranah tipikor. Hal tersebut, kata dia, diatur dalam Pasal 14 UU Tipikor bahwa pelanggaran UU perpajakan masuk ke ranah tipikor jika ada uang timbal balik dari pelanggar pajak.

"Ini tidak ada. Ketua KPK dulu Abraham Samad kira-kira itu ngomong, KPK tidak bisa (menangani) kecuali ada feedback. Menerima keberatan pajak itu kan bukan kebijakan, tapi kewenangan," kata Yanuar.

Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak pada 2002-2004. Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan surat ketetapan pajak nihil pajak penghasilan (SKPN PPh) BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait NPL atau kredit bermasalah senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan. Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Negara diduga dirugikan senilai Rp 375 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com