Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Selidiki Penanganan Kasus MV Hai Fa

Kompas.com - 28/03/2015, 01:39 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung menerjunkan tim untuk memeriksa kasus MV Hai Fa, kapal asing Panama yang menangkap ikan di Indonesia. Diduga, ada ketidakberesan yang dilakukan tim jaksa yang menanganinya sehingga Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan vonis ringan terhadap nakhoda kapal MV Hai Fa asal China yang bernama Zhu Nian Lee. 

"Saya duga ini ada ketidakcermatan dari jaksa, apabila dilihat dari laporan awal," kata pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan, Jasman Pandjaitan di kantornya, Jumat (27/3/2015).

Menurut Jasman, tim jaksa yang menangani perkara itu memiliki waktu yang cukup untuk meneliti berkas perkara MV Hai Fa. Namun, hal itu diduga tidak dilakukan oleh tim yang menangani.

"Jaksa menyatakan P-21 setelah satu hari sejak berkas penyidikan diberikan. Seharusnya kan diteliti dulu, ada waktu 14 hari yang dimiliki," katanya.

Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyesalkan lemahnya tuntutan Jaksa di Pengadilan Negeri Ambon terhadap MV Hai Fa di tengah gencarnya melakukan penegakan hukum di laut, termasuk dengan menggelamkan kapal-kapal ikan asing.

Kapal berbendera Panama yang diklaim sebagai kapal pencuri ikan terbesar yang pernah ditangkap Indonesia itu hanya dituntut denda Rp 200 juta, atau subsider penjara selama 6 bulan kepada Nakhoda.

Ketua Umum KNTI, Riza Damanik menilai, upaya penegakan hukum terhadap kapal MV Hai Fa dapat dilakukan secara berlapis. Sebab, kapal berbobot mati 4.306 gross ton tersebut tidak menyalakan vessel monitoring system (sistem pengawasan kapal), tidak memiliki Surat Layak Operasi (SLO), serta melanggar UU Konservasi Sumber Daya Hayati dengan menangkap ikan Hiu Martil dan Hiu Koboi.

“KNTI juga menyayangkan diabaikannya fakta lain bahwa kapal ini mempekerjakan tenaga kerja asing,” kata Riza dalam keterangan tertulis kepada kompas.com, Jakarta, Senin (23/3/2015).

Padahal, sebut dia, sudah sangat jelas Pasal 29 ayat (1) UU Perikanan yang hanya membolehkan warga negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia dalam melakukan usaha perikanan di wilayah Indonesia. Kapal yang diperbolehkan hanya dengan menggunakan kapal yang berbendera Indonesia di zona perairan territorial dan kepulauan.

Kapal Hai Fa juga melanggar Pasal 35 ayat (1) UU Perikanan yang menyebutkan penggunaan nakhoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia. Riza menambahkan, KNTI menilai seharusnya penuntut umum mendasarkan tuntutan bahwa kejahatan pencurian ikan adalah suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

“UU Fishing berdampak luas tidak terbatas pada devisa negara dan sumber daya alam tetapi juga hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang akan merugi akibat dari UU Fishing,” tegas Riza.

Riza lebih lanjut mengatakan, KNTI berpandangan tidak cukup melakukan penuntutan kepada nahkoda. Tetapi perlu diperluas dengan mengidentifikasi potensi penuntutan kepada perusahaan di belakang layar yang diduga terlibat dalam aktivitas usaha MV Hai Fa di perairan Indonesia.

KNTI menilai lemahnya penegakan hukum terhadap MV Hai Fa akan berdampak tersanderanya proses penegakan hukum terhadap kapal ikan asing yang mencuri di perairan Indonesia di kemudian hari.

“KNTI berharap pada akhirnya Hakim dapat mengambil keputusan yang adil dan memberikan efek jera, termasuk dengan menyita kapal MV Hai Fa,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com