JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay, meminta Kementerian Sosial untuk secara aktif berpartisipasi dalam upaya menekan penyebaran gerakan radikalisme di Indonesia. Pasalnya, Kemensos memiliki banyak program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.
Saleh menjelaskan, banyak kajian yang mengatakan bahwa pemicu munculnya gerakan radikal tidak semata karena alasan keyakinan, tapi banyak juga warga negara Indonesia yang bergabung dengan kelompok radikal seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) karena masalah ketimpangan sosial.
Dengan modal jaringan infrastruktur yang baik sampai ke tingkat kecamatan dan desa, peran Kemensos dianggapnya akan sangat efektif untuk memberi pemahaman mengenai bahaya gerakan radikal.
"Dari sisi ini, Kementerian Sosial tentu bisa memainkan peran penting melalui program-program pemberdayaan dan perlindungan sosialnya," kata Saleh, di Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Anggota Fraksi PAN itu melanjutkan, Komisi VIII DPR RI telah mengalokasikan anggaran yang cukup agar Kemensos dapat leluasa merealisasikan program pemberdayaan dan perlindungan sosial melalui APBN-P 2015. Dari alokasi anggaran Rp 8,1 triliun pada tahun 2014, pada tahun ini angkanya naik menjadi Rp 22,4 triliun.
"Anggaran itu sangat bermanfaat jika diarahkan bagi pembinaan masyarakat miskin yang berpotensi direkrut oleh kelompok-kelompok garis keras," ujarnya.
Kemensos setidaknya memiliki beberapa program perlindungan dan pemberdayaan masyarakat yang ditargetkan menyentuh jutaan warga, di antaranya, program keluarga harapan, kartu keluarga sejahtera, kelompok usaha bersama, usaha ekonomi produktif), dan tenaga kesejahteraan sosial Kecamatan.
Menurut Saleh, pemanfaatan anggaran perlindungan dan pemberdayaan sosial bisa digulirkan sejalan dengan mengedukasi masyarakat akan bahaya gerakan radikal.
"Penanganan radikalisme, terorisme dan ISIS ini tidak hanya tugas kepolisian dan BNPT atau Kementerian Agama, tapi harus dikerjakan bersama-sama secara arif dan terpadu," ungkapnya.
Berdasarkan data pemerintah, saat ini ada 514 WNI yang menjadi pengikut ISIS. Beberapa di antaranya diketahui melalui tampilan video propaganda yang dikeluarkan oleh ISIS. (Baca: Tubagus Hasanuddin: Ada 514 WNI Gabung dengan ISIS)
Pemerintah kini tengah mengkaji formulasi produk hukum untuk mengatur sanksi pidana bagi para pengikut kelompok radikal. Pemerintah berencana menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang bisa lebih cepat diterapkan. (Baca: Pemerintah Akan Terbitkan Perppu Terkait Pengikut ISIS)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.