JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak tergesa merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus pidana luar biasa. Pasalnya, Arsul menilai PP tersebut belum diterapkan secara penuh.
"Sebaiknya PP 99/2012 dilaksanakan lebih dulu, setelah beberapa tahun kemudian baru dievaluasi apakah perlu direvisi," kata Arsul, saat dihubungi, Jumat (20/3/2015).
Politisi PPP itu menuturkan, usulan Menkumham untuk merevisi PP tersebut mengundang pertanyaan karena diungkapkan secara mendadak. Ia tak ingin muncul persepsi negatif dari publik ketika revisi dilakukan tanpa ada alasan yang jelas. (baca: Rencana Menkumham soal Remisi Koruptor Dicurigai)
Selanjutnya, Arsul meminta Menkumham mempertegas cakupan revisi pengetatan remisi itu, apakah hanya untuk koruptor atau juga mencakup dua kejahatan luar biasa lainnya, terorisme dan bandar narkoba.
"Jika yang mau diubah hanya remisi untuk napi koruptor saja, berarti pemerintah mendiskriminasi napi lainnya," ujar Arsul.
Menkumham menggulirkan wacana merevisi PP No 99/2012. Menurut Yasonna, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus memperoleh haknya untuk mendapat keringanan hukuman seperti narapidana kasus lain. (Baca: Menkumham Minta Koruptor Tak Diperlakukan Diskriminatif)
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa Menkumham telah menyampaikan usulan itu kepada Presiden Joko Widodo. Presiden, kata Andi, meminta Yasonna melengkapi bahan kajian dan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. (Baca: Soal Remisi untuk Koruptor, Jokowi Minta Menkumham Perhatikan Rasa Keadilan Rakyat)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.