"Polemik yang saat ini terjadi memerlukan penyelesaian dengan melakukan perubahan secepatnya terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, untuk memuat aturan mengenai pengetatan atau pembatasan narapidana yang berhak mendapatkan remisi," ujar Bayu kepada Kompas.com, Selasa (17/3/2015).
Bayu mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, secara hirarki tidak cukup untuk menjadi dasar legalitas penghapusan pemberian remisi bagi koruptor. Hal ini mengingat UU No 12 Tahun 1995 sebagai induk dari PP 99 Tahun 2012 telah mengubah fungsi pemidanaan sebagai usaha pembinaan, yang mendorong narapidana menjadi warga binaan yang menyadari kesalahan dan memperbaiki diri.
Bayu menambahkan, jika saat ini publik menginginkan remisi dikecualikan bagi pelaku tindak pidana korupsi, narkoba, terorisme dan kejahatan luar biasa lainnya, maka sesuai prinsip legalitas hukum, hal itu harus dilakukan dengan mengubah UU No 12 Tahun 1995 terlebih dahulu.
"Meski PP itu maksudnya baik, namun tetap tidak bisa melampaui UU yang menjadi induknya. Jadi hal-hal baik dalam PP itu bisa dimasukkan dalam undang-undang," kata Bayu.
Untuk itu, menurut Bayu, agar menciptakan kepastian hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, maka DPR bersama Pemerintah sebagai pembentuk UU sebaiknya segera melakukan pembahasan rancangan undang-undang perubahan UU No 12 Tahun 1995.
Ia mengatakan, dalam pembahasannya, DPR juga dapat melibatkan praktisi hukum serta pegiat antikorupsi, agar undang-undang dapat benar-benar mencerminkan kehendak publik.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak sepakat dengan PP No 99 Tahun 2012 tentang pembatasan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi tindak pidana kejahatan luar biasa. Menurut dia, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus diberikan haknya untuk mendapat keringanan hukuman, seperti narapidana kasus lain.
Namun, pernyataan Yasonna tersebut dianggap bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para pegiat antikorupsi meminta agar Yasonna mengkaji ulang wacana pemberian remisi bagi koruptor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.