JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa pemerintah belum membicarakan mengenai kemungkinan melonggarkan syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi. Ia menduga wacana itu masih dibicarakan di tingkat menteri.
"Belum dibicarakan, itu masih dibicarakan di tingkat menteri," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (12/3/2015) saat ditanya pandangannya mengenai wacana ini.
Kendati demikian, Kalla setuju jika masing-masing terpidana dianggap memiliki hak yang berbeda-beda tergantung pada tingkat kejahatan yang dilakukannya. Bagi terpidana tindak pidana khusus seperti korupsi, narkotika, dan terorisme, Kalla mengatakan bahwa pemerintah sebelumnya telah membuat aturan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat.
"Di hukum memang begitu. Kalau sudah menjadi tahanan ya dia akan sama dengan yang lain. Tapi kan korupsi itu suatu kriminal yang berat, jadi dulu pernah dihilangkan hak remisinya," ujar Kalla.
Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan bahwa remisi merupakan hak bagi narapidana, siapa pun dia. Yasonna juga menyiratkan ketidaksetujuannya jika remisi hanya diberikan kepada terpidana korupsi yang menjadi whistle blower.
Pemberian hukuman berat, menurut Yasonna, seharusnya sudah berada di tangan majelis hakim, sewaktu di Pengadilan. Kalau terdakwa terbukti melakukan korupsi dan bukan seorang whistle blower, maka harus divonis dengan hukuman berat. (Baca: Menkumham Anggap Napi Korupsi Berhak Dapat Remisi dan Pembebasan Bersyarat)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.