Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Waspadai Modus Baru Keberangkatan WNI Menuju Suriah

Kompas.com - 09/03/2015, 06:33 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, pemerintah mewaspadai modus baru yang digunakan WNI untuk sampai ke Suriah. Iqbal menduga agen biro perjalanan (travel) digunakan WNI untuk sampai ke negara perbatasan Suriah dan bergabung dengan kelompok teroris ISIS.

Dugaan itu mencuat dari peristiwa hilangnya 16 WNI saat mengikuti tur ke Turki. Memang belum dapat dipastikan mereka bergabung dengan kelompok ISIS, tapi otoritas Turki secara tidak resmi menyampaikan dugaan kuat jika 16 WNI tersebut telah keluar dari perbatasan Turki menuju Suriah.

"Setibanya di Turki, mereka tidak ikut tur dan langsung berpisah. Tujuan awalnya untuk liburan, tapi kita lihat itu adalah modus baru. Bukan tidak mungkin modus ini terjadi lagi di masa mendatang," kata Iqbal, saat dijumpai di Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (8/3/2015).

Iqbal menuturkan, modus ini pertama kalinya terjadi. Rombongan 16 WNI itu terdiri dari tiga keluarga, seorang anak, dan dua orang yang tidak memiliki hubungan keluarga.

Ia melanjutkan, selain berkoordinasi dengan otoritas Turki, Kemenlu juga berkoordinasi dengan TNI, Badan Intelijen Negara, Polri, dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). Semua data yang diperoleh mengenai itu kemudian disatukan untuk mendapat kesimpulan mengenai motivasi 16 WNI tersebut meninggalkan rombongan tur yang terjadwal kembali ke Indonesia pada 4 Maret 2015 lalu.

"Otoritas Turki secara tidak resmi menyampaikan 16 orang ini sudah keluar dari wilayah Turki karena tidak terdeteksi dari semua check point," ujarnya.

Sebelumnya, Iqbal mengatakan 16 WNI yang hilang di Turki telah sejak awal tak ingin kembali ke Indonesia. Meski demikian, Iqbal belum dapat memastikan motivasi 16 WNI tersebut tak ingin kembali ke tanah air.

Iqbal menjelaskan, pada 24 Februari 2015, 16 WNI tersebut tiba di Bandara Attaturk, Turki, bersama rombongan tur. Tapi pada 28 Februari 2015 mereka berpisah dari rombongan tur dengan alasan acara keluarga dan tidak pernah kembali sampai 4 Maret 2015, di saat rombongan tur akan bertolak ke Indonesia.

"Mereka bilang akan menjenguk keluarga, tapi ternyata tidak kembali lagi," kata Iqbal.

Menurut Iqbal, pimpinan tur sempat mencoba menghubungi beberapa orang dalam kelompok 16 WNI tersebut. Tapi respons yang diberikan tidak menunjukkan adanya keinginan untuk bergabung dengan rombongan tur kembali ke Indonesia.

"Ketika di-SMS oleh tour leader-nya mereka mengatakan 'kalau teman-teman bisa pulang dengan lancar pada tanggal 4 (Maret), i'm fine, we are fine. Enggak usah pikirkan kita," ucap Iqbal, mengutip isi SMS tersebut.

Iqbal mengungkapkan, pemerintah Turki mencoba mendeteksi keberadaan 16 WNI itu dengan bantuan kepolisian setempat dan melacak melalui CCTV, khususnya di area perbatasan Turki dengan Suriah. Tapi usaha tersebut ia anggap tidak mudah karena perbatasan Turki-Suriah sangat luas, mencapai sekitar 900 kilometer.

"Saya tidak bisa verifikasi niat dalam hati orang. Tetapi saya bisa katakan kalau dari kronologinya, ini bukan kasus kehilangan. Mereka memang sengaja untuk tidak kembali ke Indonesia," ucap Iqbal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com