Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Ruki Hanya Boneka Jokowi untuk Merusak KPK

Kompas.com - 05/03/2015, 10:40 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com 
— Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menuding Presiden Joko Widodo sengaja menunjuk Taufiequrachman Ruki sebagai Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi untuk merusak KPK.

Hal tersebut, menurut dia, terlihat dari pernyataan Ruki yang mengaku kalah menghadapi putusan praperadilan kasus Komjen Budi Gunawan. Pimpinan KPK lalu melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung.

"Ruki ini hanya boneka dari Jokowi untuk merusak KPK," kata Haris saat dihubungi, Kamis (5/3/2015).

Haris khawatir, kasus yang menjerat mantan ajudan Presiden kelima Megawati Soekarnoputri itu akan macet apabila ditangani oleh kejaksaan. Pasalnya, kinerja kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi selama ini tidak sebaik KPK.

Apalagi, ada kemungkinan kasus tersebut juga dilimpahkan lagi ke kepolisian oleh kejaksaan. Kepolisian sebelumnya sudah pernah menangani kasus ini dan menyatakan Budi Gunawan tak terlibat korupsi.

"Kalau sudah di kepolisian, sama seperti dulu, nanti kasus BG dikatakan tak ada bukti dan dugaan gratifikasinya," ucap Haris.

Haris bersama sejumlah aktivis dan pegiat antikorupsi pada Rabu malam sudah menemui tim independen KPK-Polri untuk melaporkan mengenai hal ini. Dia berharap tim independen segera memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden untuk menyelesaikan kisruh KPK-Polri yang berlarut-larut.

Salah satunya, yakni meminta Presiden mencabut pengangkatan Ruki menjadi pimpinan sementara KPK.

"Kami minta Tim Sembilan bicara lagi kepada Presiden bahwa ini persoalan belum selesai. Kami melihat ini dalam konstruksi pelemahan dan penghancuran KPK. Jokowi bertanggung jawab sebagai Presiden telah merusak kerja KPK dalam memerangi korupsi," ucapnya.

Ruki sebelumnya berang karena dituding ingin melemahkan KPK. Ia menekankan, sebagai orang yang ada di KPK sejak pertama berdiri, tudingan itu tak berdasar dan tak masuk akal.

"Taufiq itu yang mendirikan KPK, wajar enggak kalau saya matiin di KPK? Enggak mungkin dong. Pakai akal sehatlah!" kata Ruki beberapa waktu lalu.

Mantan perwira tinggi Polri berpangkat inspektur jenderal itu mengatakan, kehadirannya di KPK untuk menyelamatkan lembaga itu. (Baca: Ruki: Wajar Enggak kalau Saya Matikan KPK? Pakai Akal Sehat!)

Tak lama setelah resmi menjadi pimpinan sementara, Ruki membuka opsi pelimpahan kasus Budi Gunawan ke institusi penegak hukum lain. Opsi itu dilontarkan Ruki seusai bertemu pimpinan Polri. (Baca: Ruki Sebut Ada Opsi KPK Limpahkan Kasus Budi Gunawan ke Kepolisian atau Kejaksaan)

Setelah pimpinan memutuskan kasus Budi Gunawan dilimpahkan ke kejaksaan, para pegawai KPK bereaksi. Mereka protes dan mengkritik pimpinan KPK. (Baca: Di Hadapan Ruki, Pegawai KPK Teriak Ada "Hantu" yang Takut Bareskrim)

Dalam aksinya, mereka menyebut adanya barter, KPK mati suri, adanya pihak yang penakut, dan kritik lainnya. (Baca: Pegawai KPK: Kami Membangkang karena Kebenaran Diinjak-injak)

Mereka meminta pimpinan KPK mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sebagai langkah hukum melawan putusan praperadilan. Hakim Sarpin Rizaldi memutuskan penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan tidak sah. (Baca: Kepada Ruki, Pegawai KPK Sebut Ingin Mati Mulia, Bukan Melacurkan Diri ke Koruptor)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com