JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo memberikan tanggapan terkait laporan dugaan pelanggaran hukum dan kode etik yang dilakukan pihak majalah Tempo dalam berita investigasi mengenai rekening tidak wajar para pejabat kepolisian. Menurut Stanley, investigasi merupakan produk jurnalistik yang memiliki keistimewaan.
"Investigasi adalah induk dari jurnalisme. Pekerjaan jurnalistik ini istimewa dan dilindungi, bahkan boleh melanggar kode etik, asal investigasi tersebut berguna untuk kepentingan publik," ujar Stanley dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2015).
Menurut Stanley, produk jurnalisme investigasi pernah dipermasalahkan dalam kasus dokumen Pentagon di Amerika Serikat. Dokumen penting kemudian bocor dan diketahui oleh media massa.
Dalam kasus itu, menurut Stanley, pengadilan memutuskan bahwa media tidak bersalah karena menganggap pemberitaan tersebut merupakan sesuatu yang berguna untuk kepentingan publik.
Dalam pemberitaan mengenai hasil investigasi, kata Stanley, wartawan juga memiliki hak untuk menyembunyikan identitas narasumber dan sumber-sumber informasi yang terkait. Namun, jika suatu pemberitaan dilaporkan dan kasusnya naik hingga ke pengadilan, menurut Stanley, wartawan boleh membuka identitas narasumber saat dibutuhkan oleh hakim.
"Kalau wartawan tidak membuka informasi di pengadilan, risiko hukum akan ditanggung media itu sendiri. Tetapi, kalau dibuka, maka runtuhlah kepercayaan publik pada media. Kredibilitas media akan diuji, apakah tunduk pada ancaman hukuman, atau tegas dalam prinsip demokrasi," kata Stanley.
Saat ini, penyidik kepolisian tengah memeriksa Komisi Hukum Dewan Pers mengenai pemberitaan majalah Tempo. Anggota Dewan Pers dimintai keterangannya sebagai ahli dalam kasus ini. (Baca: Polisi Cari Celah Pidanakan Pihak "Tempo" soal Berita "Rekening Gendut")
Pihak Tempo membantah tuduhan Kepolisian. (Baca: Pemred "Tempo" Anggap Aneh Langkah Polisi Usut Berita "Rekening Gendut")