Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pengadilan negeri hanya berwenang memutus sah tidaknya proses yang berkaitan penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan. Dengan demikian, menurut Muchtar, putusan Hakim Sarpin Rizaldi, yang memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan atas status tersangkanya, bertabrakan dengan Pasal 77 KUHAP.
"Adanya permohonan ini karena adanya putusan praperadilan yang menambahi Pasal 77. Kalau Pasal 77 tidak bisa ditambah dan dikurangi, maka putusan praperadilan itu akan dinyatakan tidak sah. Putusan praperadilan ini melabrak," ujar Muchtar di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Muchtar mengatakan, peraturan yang terdapat dalam KUHAP bersifat limitatif sehingga tidak dapat diubah tanpa persetujuan DPR dan Presiden. Jika putusan tersebut dibiarkan, menurut dia, semua tersangka di KPK bisa mengajukan praperadilan.
"Di media ditulis Sarpin's effect. Ini juga jadi efek domino kemenangan koruptor," kata Muchtar.
Oleh karena itu, ia meminta agar MK secepatnya melakukan uji materi atas Pasal 77 KUHAP. Muchtar memperkirakan, proses uji materi membutuhkan waktu setidaknya empat bulan hingga adanya putusan apakah permohonan dikabulkan atau tidak.
"Jika kemudian menetapkan kepastian Pasal 77, semua upaya praperadilan itu akan sirna. Sebab, KPK memiliki payung hukum untuk melanjutkan penyidikan," ujar Muchtar.
Sebelumnya, Hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2/2015). Sarpin menilai, penetapan Budi sebagai tersangka tidak sah secara hukum.
Atas putusan ini, KPK telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi ditolak oleh PN Jakarta Selatan karena tidak memenuhi syarat administrasi. Hingga kini, KPK belum menentukan langkah yang akan diajukan setelahnya atas putusan tersebut. Pimpinan sementara KPK, Taufiequrachman Ruki, menyatakan bahwa KPK tidak akan ngotot mengajukan peninjauan kembali ke MA jika hal tersebut tidak dapat dilakukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.