JAKARTA, KOMPAS.com – Pengadilan Tata Usaha Negara menerima gugatan yang diajukan PPP kubu Suryadharma Ali terkait sengketa dualisme kepemimpinan di PPP. Namun, putusan itu dinilai banyak keanehan.
Wakil Sekjen DPP PPP kubu M Romahurmuziy, Arsul Sani mengatakan, setidaknya ada empat keanehan dalam putusan tersebut. Pertama, tidak dipertimbangkannya legal standing yang menjadi materi eksepsi tergugat.
Kemudian, majelis hakim sama sekali tidak mengutip Pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 juncto UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
“Ketiga, surat edaran Kementerian Hukum dan HAM yang mengatakan (penyelesaian sengketa) harus diselesaikan melalui Mahkamah Partai atau forum tertinggi partai tidak dipertimbangkan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (25/2/2015).
Sementara itu, kuasa hukum PPP kubu Romy, Luthfi Hakim mengatakan, ada keanehan yang ditunjukkan oleh majelis hakim saat membacakan putusan. Saat itu, majelis hakim terlihat menangis ketika membacakan putusan itu.
“Selama 25 tahun saya menjadi lawyer, baru sekali ini saya melihat hakim nangis saat membacakan putusan. Biasanya yang nangis itu adalah terdakwa atau saksi korban saat memberikan keterangan,” katanya.
Luthfi menduga hakim berada di bawah tekanan saat membacakan amar putusannya tersebut. Pasalnya, pada saat yang bersamaan ada ratusan massa tak dikenal yang hadir di PTUN untuk mendengarkan sidang putusan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.