"Ini artinya DPR harus lebih hati-hati dalam membahas setiap RUU yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak," kata Din, dalam konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (23/2/2015).
Empat UU tersebut, lanjut Din, adalah UU Migas, UU Kesehatan, UU Ormas, dan yang terbaru adalah UU Sumber Daya Air. Menurut Din, dikabulkannya judicial review keempat UU itu oleh MK menandakan bahwa produk UU yang dirancang DPR banyak yang bertentangan dengan konstitusi. Dia mencontohkan, dalam UU Sumber Daya Air yang baru saja dikabulkan MK pekan lalu, berpotensi bertentangan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan dikabulkannya judicial review UU Sumber Daya Air, seluruh sumber daya yang ada di Indonesia, termasuk air, harus dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, kenyataannya, saat ini banyak perusahaan swasta yang mengelola air di Indonesia dan menjualnya menjadi air minum dalam kemasan dengan harga tinggi.
"Dalam menyusun Undang-Undang, perlu kemandirian yang tinggi dan komitmen terhadap kedaulatan negara. Dengan begitu, tidak perlu ada gugatan lagi dari masyarakat terhadap UU yang dirancang DPR," ujarnya.
Dalam putusannya, MK menilai bahwa UU SDA tidak memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Selain diajukan Muhammadiyah, uji materi ini diajukan oleh Perkumpulan Vanaprastha, dan beberapa pemohon perseorangan. Mahkamah berpendapat bahwa sumber daya air merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.