Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruki Sebut Ada Opsi KPK Limpahkan Kasus Budi Gunawan ke Kepolisian atau Kejaksaan

Kompas.com - 20/02/2015, 19:30 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki menyebut adanya opsi KPK tidak melanjutkan penanganan perkara kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan. KPK bisa saja melimpahkan penanganan kasus tersebut kepada Kepolisian dan Kejaksaan.

Hal itu disampaikan Ruki dalam jumpa pers bersama para pejabat tinggi Polri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (20/2/2015) malam.

"Kan ada mekanisme pelimpahan dan pengambilalihan (perkara). Sepanjang jalurnya adalah hukum, bukan koridor adat (akan dilakukan KPK)," kata Ruki ketika ditanya apakah ada kemungkinan kasus Budi Gunawan dilimpahkan ke institusi lain pascaputusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ruki hadir bersama pimpinan KPK lain, yakni Adnan Pandu Praja dan Indriyanto Seno Adji. Adapun pihak Polri diwakili Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti, Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso, Kadiv Propam Polri Irjen Pol Syafrudin, dan pejabat lain.

Meski demikian, kata Ruki, KPK akan terlebih dulu mempelajari putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang menyatakan penetapan tersangka Budi oleh pihaknya tidak sah.

"Kita akan mempelajari detail. Kita tidak hanya berdasarkan apa yang dibacakan hakim Sarpin saja," kata mantan anggota Badan Pemeriksaan Keuangan itu.

Hakim Sarpin dalam putusannya menganggap KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengusut kasus yang menjerat Budi. KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur sejumlah hal yang menjadi kewenangan KPK. Disebutkan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

Selain itu, kasus yang mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat serta kasus yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar.

Menurut Sarpin, Karobinkar merupakan jabatan adminstratif dan bukan penegak hukum. Selain itu, saat kasus yang disangkakan terjadi, Budi bukan penyelengara negara lantaran saat itu masih golongan eselon II A. (Baca: Hakim: Budi Gunawan Bukan Penegak Hukum dan Penyelenggara Negara)

Hakim menganggap bahwa publik tidak mengenal Budi saat masih menjabat Karobinkar. Publik, kata dia, baru mengenal Budi sejak yang bersangkutan diputuskan menjadi calon kepala Polri oleh Presiden Joko Widodo. (Baca: Hakim Anggap Kasus Budi Gunawan Tidak Meresahkan Masyarakat)

Sehari setelah itu, pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sehingga klasifikasi mendapat perhatian masyarakat sebagaimana dimaksud dengan Pasal 11 huruf b UU KPK tidak terpenuhi.

Tidak ada kerugian negara

Hakim Sarpin juga menganggap kasus yang menjerat Budi tidak merugikan negara. Hakim mengacu pada surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 12 Januari 2015, yang isinya Budi diduga melakukan korupsi secara bersama-sama berupa penerimaan hadiah.

"Menimbang bahwa perbuatan menerima hadiah atau janji tidak dikaitkan dengan timbulnya kerugian terhadap negara karena perbuatan tersebut berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan. Dengan demikian, apa yang diduga dilakukan oleh pemohon (Budi) tidak menyebabkan kerugian negara. sehingga kualifikasi dalam Pasal UU KPK tidak terbukti," kata Sarpin.

Atas semua pertimbangan tersebut, hakim Sarpin menganggap kasus Budi bukan subyek hukum pelaku tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. (baca: KPK Ajukan Kasasi atas Putusan Praperadilan Budi Gunawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com